Internasional

Syekh Muhammad bin Salim, Korban Penculikan Komunis Yaman

Kamis, 4 April 2013 | 03:04 WIB

Pondok Pesantren Kauman Lasem pimpinan KH M. Zaim Ahmad Ma’shoem, Rabu 13 April 2013 kedatangan tamu agung, ulama Hadramaut, yaitu Habib Abu Bakar bin Idrus bin Smith, Imam Besar Masjid Umar Muhdlar, Tarim.<>

Ia datang bersama Habib Muhammad bin Sholih Al-Aththos, Pengasuh Rubath Alfath, Huraidzoh. Sekitar 2000 orang umat Islam berduyun-duyun menyambutnya. Tampak pula Komandan Kodim Rembang beserta Kepala Polres Rembang ikut hadir. Dalam acara mujalasah dan muwasholah itu diisi tausiyah, pemberian ijazah kitab serta pembacaan doa. 

Dalam sambutannya, Habib Umar Muthohar, menyampaikan, Habib Abu Bakar Smith adalah menantu Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz yang diculik kelompok Sosialis Yaman yang merupakan ayah Habib Umar  bin Hafidz, Pengasuh Ma’had Darul Musthofa yang punya ribuan alumni di Indonesia. Jadi Habib Abu Bakar yang datang ini adalah adik ipar  Habib Umar bin Hafidz, istri beliau adik kandung Habib Umar. 

Nama lengkap mertuanya, Habib Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Syekh Abu Bakr bin Salim. Adalah seorang pejuang martir yang terkenal. Sang Intelektual, Sang Da’i Besar. Tahun 1972 secara tragis ia diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal, semoga Allah menerima amal kebaikannya.

Ia adalah ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Kitab Suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Seorang ulama terpandang yang mencapai derajat mufti dalam mazhab Syafi’i. Diculik lantaran tegas dalam menyampaikan dakwah dan kebenaran, hingga sampai saat ini beliau tidak diketahui keberadaannya. Saat itu keadaan Hadramaut tidak kondusif, tekanan dan intimidasi dilakukan kepada para ulama dan pengajar, namun hal itu tidak menyurutkannya.

Anehnya sampai kini dunia Internasional diam. Komisi HAM PBB dan lembaga independen  pencarian orang hilang  tidak melakukan investigasi menelusuri keberadaan ulama sepuh itu.

Bagi umat Islam, waliyullah hakikatnya tidak mati. Harus dicari dimana kuburnya. 1 detik saja beliau dalam penculikan menjadi titik didih ruh jihad yang tidak pernah padam dalam diri seorang mukmin. 

Tragedi berawal ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk salat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi.

Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang dakwah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya pada masa kecil sebelum beliau mati syahid.

Ia sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga ia telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.

Kini setelah dalam waktu beberapa lama, penduduk Tarim menyaksikan berkumpulnya pada murid Habib Umar dari berbagai daerah yang jauh, bersatu di satu kota yang dulu hampir terlupakan ketika masih dikuasai para pembangkang komunis.

Tragedi di atas mengingatkan umat Islam atas syahidnya Syekh Said Ramadhan Al-Buthi, tokoh utama kelas dunia dari kalangan Sunni atau Ahlussunnah wal Jama’ah yang mati di tangan aksi pengecut, konyol dan ngawur konspirasi jahat pemberontak Suriah dan internasional dalam pekan ini. (Abdullah Hamid/red: Anam)


Terkait