Lingkungan

Ahmad Mubarok, Ustadz yang Jatuh Cinta pada Lingkungan

Selasa, 28 April 2020 | 11:30 WIB

Ahmad Mubarok, Ustadz yang Jatuh Cinta pada Lingkungan

Ustadz Ahmad Mubarok, salah satu ustadz Dai Gambut di Desa Habau Kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. (Foto: dok. Istimewa)

Jakarta, NU Online
Masyarakat Desa Habau, Kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan mungkin sudah tidak asing dengan sosok Ustadz Ahmad Mubarok, seorang pengajar di Pesantren Habiburrahman. Kepribadiannya yang ramah dan mudah akrab dengan masyarakat membuat ayah tiga orang anak ini mudah dikenal. 
 
Selain itu, topik lingkungan yang selalu dia selipkan di sela-sela pengajian bersama ibu-ibu majelis taklim, santri, dan warga menjadi faktor lainnyamengapa sosok Ustadz Ahmad Mubarok tersebut cepat sekali dikenali masyarakat Desa Habau.  
 
Kepada NU Online, Mubarok, panggilan akrab Ustadz Ahmad Mubarok mengaku telah jatuh cinta kepada lingkungan. Saking jatuh cintanya, kata dia, sempat beberapa waktu yang lalu tema khutbah Jumat membahas masalah kelestarian lingkungan berdasarkan materi khutbah yang telah disusun Majelis Ulama Indonesia (MUI). 
 
Selain karena perintah agama, mencintai kelestarian alam didorong oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) yang kerap melibatkannya dalam kegiatan Dai Peduli Gambut (DPG) tahun 2018. Pada kegiatan tersebut, ujar Ustadz Mubarok, para pendakwah di tiga provinsi yang memiliki lahan gambut dilatih dan dibekali ilmu-ilmu bumi yang menunjang untuk disampaikan kepada umat Muslim. 
 
"Kami dikenalkan dengan lahan gambut, apa itu gambut, apa saja jenisnya, apa dampak jika dirusak, dan bagaimana cara mengelolanya," kata Ustadz Mubarok menceritakan pengalamannya. 
 
Karena cintanya kepada lingkungan, Ustadz Mubarok pun sering mengajak masyarakat dan santri Habiuburahman untuk melakukan kerja bakti membersihkan kawasan sekitar. 
 
Ia mengimbau kepada seluruh umat Muslim di Kalimantan Selatan untuk tidak serampangan dalam mengelola lingkungan terutama lahan gambut. Masyarakat tidak boleh lagi membuka lahan dengan cara dibakar, sebab hal itu dapat merugikan masyarakat secara berkepanjangan. 
 
"Fatwa MUI sudah jelas, haram hukumnya membakar hutan atau lahan," kata pria yang kelahiran Talaga Raya 8 November 1988 ini. 
 
Petani, kata dia, bisa banyak cara mengolah lahan pertaniannya agar ketika panen meraup untung yang besar. Misalnya bisa dilakukan dengan tata kelola lahan pertanian melalui pemberian pupuk organik. "Jadi bertani itu harus ramah lingkungan," ia menambahkan. 
 
Suka cita  jadi Dai Gambut
Sejak BRG meminta Ustadz Mubarok untuk mejadi pendakwah di lahan gambut tahun 2018, dia langsung tertarik dan bersedia. Karena memang sesuai dengan hobi dan kesehariannya menggarap lahan pertanian.  
 
"Di situ saya mulai lebih sering mengajak masyarakat dan menyosialisasikan larangan membuka lahan tanpa bakar. Itu saya lakukan di dalam pengajian dan luar pengajian," kata ustadz yang kerap mengenakan kopiah putih ini. 
 
Ia beberapa kali menginisiasi pembentukan sepuluh demplot di lahan gambut bersama masyarakat. Setelah banyak pendekatan kepada masyarakat, kunci utama dari dakwah lingungan, menurut Ustadz Mubarok adalah dengan memberikan contoh terlebih dahulu. 
 
"Masyarakat itu kalau ada contohnya mereka tertarik dan mau diajak kerja sama," ujarnya. 
 
Dia merasa bahagia menjadi seorang pendakwah gambut, sebab bisa bermanfaat untuk masyarakat secara langsung. Selain itu, apa yang dilakukannya telah mendorong pemulihan ekosistem gambut di Kalimantan Selatan, sehingga tidak terjadi lagi kebakaran hutan yang merugikan warga sekitar. 
 
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan