Lingkungan

NU Diminta Aktif Atasi Persoalan Gambut

Selasa, 7 Juni 2016 | 11:30 WIB

NU Diminta Aktif Atasi Persoalan Gambut

Ilustrasi bencana kebakaran lahan gambut

ADVERTISEMENT BY OPTAD

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama sebagai ormas Islam terbesar memiliki posisi sangat strategis dalam upaya penyelamatan dan perindungan lingkungan, di antaranya gambut.

"Sangat bagus NU yang merupakan masyarakat sipil jika turut mendorong menyelamatkan gambut sebagai bagian dari tanggung jawab terhadap lingkungan," kata Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut, Myrna A Safitri selepas menggelar konsultasi publik terhadap rancangan Pedoman Kerangka Pengaman Sosial di Park Hotel Jakarta, Selasa (7/6).

Badan Restorasi Gambut (BRG) diresmikan Presiden Januari lalu untuk memulihkan gambut yang belakangan menimbulkan bencana asap luar biasa karena dirusak oleh tangan manusia. Myrna mengatakan, kerja restorasi gambut adalah mengembalikan gambut pada kondisi fitrahnya, yakni sebagai ekosistem yang lembab, bukan kering seperti yang banyak terlihat saat ini.

Menurut Myrna, secara infrastuktur NU cukup memadai karena ia memiliki Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim NU (LPBINU), Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LPPNU), dan lainnya. Dakwah seputar lingkungan, katanya, akan memperluas kiprah NU dari sebatas ibadah ritual kepada kerja-kerja sosial dan pelestarian lingkungan.

Restorasi yang berperikemanusiaan

Restorasi gambut harus dilakukan dengan prinsip mengakui, melindungi, dan menghormati hak masyarakat yang ada di sekitar dan akan terdampak proyek restorasi. Badan Restorasi Gambut (BRG) menegaskan bahwa prinsip tersebut wajib ditaati dalam setiap pelaksanaan restorasi. Untuk itulah maka kerangka pengaman sosial (social safeguard) dianggap penting dilakukan.

Konsultasi publik tersebut dibuka oleh kepala BRG Nazir Foead. Dalam sambutannya, Nazir berjanji tidak akan menjalankan restorasi gambut dengan mengorbankan masyarakat sekitar. "Meski restorasi harus berjalan cepat tetapi prinsip kehati-hatian dan penghormatan pada hak masyarakat penting diperhatikan," katanya.

Myrna A Safitri menambahkan, kegiatan restorasi gambut di tingkat tapak dilakukan banyak pihak, di antaranya instansi pemerintah, korporasi, dan lembaga swadaya masyarakat.

"Mereka harus memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat dan memperoleh persetujuan untuk kegiatannya. Jangan sampai misalnya ada korporasi yang membangun sekat kanal hanya untuk kepentingannya sendiri tetapi berpotensi membanjiri lahan pertanian warga," tegas Myrna.

Konsultasi publik menghadirkan Emil Kleden, pakar kerangka pengaman sosial. Turut aktif memberi masukan Jaringan Masyarakat Gambut Riau, KKI Warsi Jambi, Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Tengah, Asodiasi Pengusaha Hutan Indonesia, dan ahli kerangka pengaman sosial dari Bank Dunia.

Peserta konsultasi publik ini menyepakati bahwa restorasi gambut harus berpijak pada partisipasi masyarakat, tidak menghilangkan hak, tidak mengurangi akses, atau tidak merugikan masyarakat yang ada di sekitar proyek restorasi. (Mahbib Khoiron)




Terkait