Lingkungan

Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Mesti Bertangung Jawab

Rabu, 23 Mei 2018 | 11:15 WIB

Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Mesti Bertangung Jawab

Ilustrasi: perusahaan kelapa sawit. (agricoputra.com)

Jakarta, NU Online
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan bahwa pemanfaatan keanekaragaman hayati ini perlu mengedepankan asas manfaat dan lestari, asas kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan asas keterpaduan, yang dilandasi tanggung jawab. 

Sebab, Indonesia merupakan negara mega biodiversitas. Ia memiliki 17 persen dari total seluruh keanekaragaman hayati di dunia. Tiga belas persen mamalia dunia, 14 persen spesies reptil dan amfibi, 17 persen spesies burung, dan lebih dari 10.000 spesies pohon hidup dan tumbuh di hutannya.

"Tercatat kita memiliki sejumlah 5.319 fauna laut terdiri dari Echinodermata 557, Polychaeta 527, Krustasea 309, karang 450 dan ikan 3.476. Jumlah jenis biota yang terdata di perairan laut Indonesia baru berkisar 6.396 jenis termasuk data tumbuhan seperti mangrove, alga dan lamun", terang Menteri Siti pada saat memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia di Jakarta, Selasa (22/5), seperti dilansir oleh situs resmi Kementerian LHK melalui siaran persnya.

Menteri Siti juga berpesan agar kegiatan-kegiatan yang lebih konkret dapat dilakukan, seperti mengarusutamakan keanekaragaman hayati ke dalam kebijakan dan program otonomi daerah.

Pengembangan keanekaragaman hayati menjadi produk yang bernilai tambah juga mesti dilaksanakan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah membangun tata kelola pemerintah yang baik, mendorong dan memfasilitasi masyarakat adat dan komunitas lokal dalam pengelolaan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan, dan peningkatan kapasitas.

Selain itu, ia juga menyatakan bahwa penyediaan infrastruktur data dan informasi keanekaragaman hayati baik di pusat maupun di daerah dibutuhkan guna pengarusutamaan keanekaragaman hayati dalam kebijakan dan program otonomi daerah.

Hal itu dilakukan guna mendukung implementasi strategi dan rencana aksi yang telah ditetapkan oleh KLHK bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam menghadapi berbagai ancaman kelangkaan tumbuhan dan satwa liar di Indonesia. Semuanya tertuang dalam Indonesian Biodiversity Strategic and Action Plan (IBSAP) 2015-2020 yang diintegrasikan ke dalam RPJMN 2015-2019. 

"Implementasi IBSAP 2015-2020 ini akan dilakukan oleh K/L, Pemerintah Daerah, LSM, Swasta dan masyarakat, serta didukung oleh Balai Kliring Keanekaragaman Hayati (Clearing House Mechanism), sebagai instrumen monitoring dan evaluasi,” ujar Menteri Siti menambahkan.

Lahirnya Konvensi Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity), dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil di tahun 1992, menjadi tonggak sejarah diperingatinya Hari Keanekaragaman Hayati. Memasuki 25 tahun Konvensi Keanekaragaman Hayati menjadi momentum untuk mengkampanyekan pentingnya keanekaragaman hayati dan penguatan pencapaian Strategic Plan for Biodiversity 2011-2020. Hal ini berkontribusi guna pencapaian Sustainable Development Goals. (Syakir NF/Mahbib)


Terkait