Nasional

Ketua PBNU Kritik Pejabat yang Tak Kuasai Kebijakan Publik dan Hanya Sibuk Pungut Pajak dari Rakyat

Jumat, 15 Agustus 2025 | 05:00 WIB

Ketua PBNU Kritik Pejabat yang Tak Kuasai Kebijakan Publik dan Hanya Sibuk Pungut Pajak dari Rakyat

Ketua PBNU Savic Ali. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Mohamad Syafi' Alielha (Savic Ali) mengkritik perilaku para pejabat publik yang tidak memahami tata kelola kebijakan publik secara tepat dan hanya sibuk memungut pajak dari masyarakat.


Fenomena tersebut, menurutnya, terlihat jelas dari aksi demonstrasi besar-besaran di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang dipicu oleh kebijakan pajak daerah.


Savic menegaskan bahwa permasalahan defisit anggaran seharusnya menjadi tanggung jawab para pejabat yang gagal menciptakan iklim ekonomi yang sehat. Upaya itu mencakup penciptaan lapangan kerja, kemudahan investasi, hingga mendorong inisiatif ekonomi masyarakat.


"Artinya selama ini negara tidak begitu hadir dalam kehidupan ekonomi masyarakat dan tahunya hanya memajaki," katanya kepada NU Online di Jakarta, Kamis (14/8/2025).


Ia menyayangkan kondisi mayoritas kabupaten yang mengalami defisit karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) rendah, tetapi para pejabat justru memilih solusi instan dengan meningkatkan pungutan pajak, alih-alih memperkuat sektor ekonomi produktif.


"Kebijakan publik itu sesuatu yang bebannya akan ke masyarakat banyak. Artinya dia harus mempertimbangkan situasi masyarakatnya bukan asal dipajakin," tegasnya.


Savic memandang aksi rakyat di Pati sebagai momentum yang dapat membuka mata masyarakat di daerah lain untuk menelaah ulang kebijakan pajak di wilayah masing-masing.


Ia mengungkapkan bahwa di beberapa daerah, Jombang misalnya, terdapat lonjakan tarif pajak yang jauh lebih ekstrem, bahkan mencapai 400 persen. Lalu di Cirebon yang hampir 1000 persen.


Menurutnya, hal itu menjadi indikator bahwa banyak pejabat daerah belum memahami cara merumuskan kebijakan publik yang berdampak luas terhadap masyarakat.


Savic juga menyoroti ironi sosial yang mencolok antara gaya hidup mewah para pejabat dan kondisi ekonomi rakyat yang semakin tertekan.


"Pejabat tinggi semua bukan hanya nggak ada yang miskin tapi penampilannya mewah, mobil mewah, gaya hidupnya mewah, keluarganya kelihatan oleh tetangga kanan kiri banyak anak-anak pejabat yang flexing di sosial medianya," ujarnya.


Ia menilai wajar jika masyarakat Pati melawan kebijakan tersebut karena para pejabat tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.


"Ya tentu saja masyarakat akan protes dan memicu apa yang terjadi di Pati," terangnya.