Kukuhkan 24 LKP3A di Sulsel, Fatayat NU Perkuat Layanan Hukum dan Psikologis Korban Kekerasan
Selasa, 29 Juli 2025 | 08:00 WIB

Pelantikan pengurus Lembaga Konsultasi dan Pendampingan Perempuan dan Anak (LKP3A) Fatayat NU di 24 kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan. Kegiatan ini digelar di Hotel Marina Makassar, Ahad (27/7/2025). (Foto: Fatayat NU)
Makassar, NU Online
Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU (PP Fatayat NU) Margaret Aliyatul Maimunah mengukuhkan sekaligus melantik pengurus Lembaga Konsultasi dan Pendampingan Perempuan dan Anak (LKP3A) Fatayat NU di 24 kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan. Kegiatan ini digelar di Hotel Marina Makassar, Ahad (27/7/2025).
“Pengukuhan ini menjadi langkah penting Fatayat NU dalam memperkuat sistem perlindungan bagi perempuan dan anak, terutama korban kekerasan. LKP3A dibentuk sebagai pusat layanan berbasis komunitas yang menyediakan pendampingan hukum, psikologis, serta advokasi sosial yang berpihak pada korban,” ujar Margaret.
Margaret menyatakan bahwa pembentukan LKP3A di seluruh kabupaten/kota merupakan bentuk nyata dari komitmen Fatayat NU dalam menjawab persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kian kompleks. “Kita tidak bisa hanya mengutuk kekerasan dari jauh. Kita harus hadir, membangun sistem, dan menyiapkan kader yang mampu bekerja secara konkret di lapangan,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara kekuatan kelembagaan dan kapasitas individu kader dalam mendampingi korban kekerasan. “Kita ingin Fatayat tidak hanya menjadi organisasi yang kuat secara struktur, tetapi juga mampu menjadi rumah aman yang solutif dan penuh empati,” tegasnya.
Menurut Margaret, penguatan LKP3A adalah bagian dari strategi nasional Fatayat NU yang mengusung visi “Menguat Bersama, Maju Bersama, untuk Perempuan Indonesia dan Peradaban Dunia”. Ia mengapresiasi Fatayat NU Sulsel yang telah bergerak cepat dan masif untuk menerjemahkan visi ini menjadi langkah konkret di daerah.
“Gerakan perempuan harus terukur dan berkelanjutan. Kita tidak bisa bergerak sendiri-sendiri. LKP3A adalah jawaban kita atas kebutuhan lapangan yang nyata, dan keberadaannya harus didukung penuh oleh seluruh elemen masyarakat,” lanjutnya.
LKP3A Fatayat NU, lanjut Margaret, telah menjadi bagian dari struktur organisasi di berbagai daerah dan bahkan telah hadir di cabang istimewa Fatayat NU di luar negeri. Ia berharap Sulawesi Selatan bisa menjadi model penguatan lembaga ini yang bisa direplikasi ke provinsi lain di Kawasan Timur Indonesia.
Selain pengukuhan, kegiatan ini juga dirangkaikan dengan pelatihan paralegal bagi pengurus LKP3A se-Sulawesi Selatan, yang berlangsung selama dua hari, 26–27 Juli 2025. Pelatihan ini menggandeng LBH APIK Sulawesi Selatan sebagai mitra penyelenggara, dengan fasilitator utama Rosmiati Sain.
Sementara itu, Ketua PW Fatayat NU Sulsel Nurul Ulfah Muthalib menyebut bahwa kehadiran LKP3A adalah tonggak awal untuk membangun sistem perlindungan yang berakar pada nilai-nilai keislaman dan keadilan sosial. “Layanan yang kami bangun bukan hanya soal hukum, tapi juga soal pemulihan dan keberpihakan. Kita harus hadir utuh dalam proses penyembuhan para korban,” ungkapnya.
Menurut Nurul, kader LKP3A di daerah kini telah dibekali dengan pemahaman dasar soal pendampingan hukum dan psikososial, serta kepekaan terhadap pengalaman khas perempuan dalam menghadapi sistem hukum yang masih cenderung bias. “Keadilan harus berangkat dari pengalaman korban, bukan hanya norma hukum kaku yang seringkali tidak berpihak,” katanya.
Ia menambahkan bahwa pelatihan paralegal adalah bagian dari upaya membekali kader dengan alat dan cara berpikir yang kritis, tajam, dan peka. “Kita ingin kader LKP3A tidak hanya bekerja teknis, tapi juga membawa semangat advokasi yang membebaskan dan memanusiakan,” tuturnya.
Ia juga menyoroti pentingnya membangun jaringan kerja dengan pihak-pihak yang relevan seperti LBH, rumah sakit, kepolisian, dan dinas terkait. “Isu perlindungan perempuan dan anak bukan isu pinggiran. Ini isu kemanusiaan. Dan Fatayat ingin hadir di garis terdepan,” imbuhnya.
“Dengan pengukuhan ini, Fatayat NU Sulsel menegaskan diri sebagai pelopor gerakan advokasi berbasis komunitas yang tidak hanya merespons kasus, tetapi juga membangun sistem pendampingan yang berkelanjutan. Dari Makassar, semangat ini diharapkan menjalar ke seluruh pelosok Nusantara,” tandasnya.