Nasional

Pengamat Ungkap Penyebab Turunnya Ekonomi Kelas Menengah di Sektor Pertanian dan Perikanan

Jumat, 13 September 2024 | 09:00 WIB

Pengamat Ungkap Penyebab Turunnya Ekonomi Kelas Menengah di Sektor Pertanian dan Perikanan

Ilustrasi penurunan ekonomi. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Pengamat Ekonomi Jaenal Effendi mengungkapkan berbagai penyebab menurunnya ekonomi kelas menengah di sektor pertanian dan perikanan.


Salah satunya, karena ada pergeseran fungsi lahan, sebelumnya lahan padi menjadi sawit. Hal ini terjadi karena petani mengalami kerugian dan akhirnya menjual lahan padi guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luasan lahan padi di Indonesia kini mengalami penurunan. Pada 2023 luasan lahan padi total 10.213.705,17 hektar, sedangkan pada 2022 luasan lahan padi total 10.452.672 hektar.


“Seorang petani terpaksa menjual lahannya karena adanya perluasan lahan sawit dan kerugian yang terus menerus,” ujar Jaenal kepada NU Online, Kamis (12/9/2024).


Ia menjelaskan salah satu penyebab kerugian petani beras adalah kebijakan subsidi pupuk. Pemerintah mempersulit subsidi pupuk dan bibit padi sehingga petani sulit mengalami keuntungan, lalu berdampak pada petani yang sebelumnya kelas menengah turun menjadi kelas pra-menengah.


Sementara dari sektor perikanan, para nelayan mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) solar. Peningkatan harga BBM solar membuat nelayan tidak melaut dan tidak mencari ikan, sehingga berdampak pada menurunnya ekonomi kelas menengah terhadap nelayan, bahkan dapat menurun sampai ke rentan miskin.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Di sisi lain, BPS juga melaporkan bahwa masyarakat miskin pada Maret 2024 turun menjadi 9,03 persen atau sebanyak 25,22 juta orang, menurun 0,33 persen atau sebanyak 0,68 juta orang dari Maret 2023 dan menurun 0,54 persen atau sebanyak 1,14 juta orang dari September 2022.


Jumlah masyarakat kelas menengah semakin berkurang, pada 2019 masih 21,45 persen dari total penduduk Indonesia, sedangkan pada 2024 jumlahnya tinggal 17,13 persen atau sekitar 47,85 juta orang. Mereka turun kelas ke kelompok pra-menengah atau aspiring middle class. Kelompok ini berada di antara kelas menengah dan kelas rentan miskin.


Pada 2019, persentase kelompok kelas pra-menengah masih 128,85 juta dan pada tahun ini naik jadi 13,75 juta. Pada saat yang bersamaan, kelompok rentan miskin juga terus bertambah, dari 54,97 juta pada 2019 menjadi 67,69 juta pada 2024.


Jaenal yang juga pernah menjabat sebagai ketua Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) mengatakan bahwa menurunnya masyarakat pada kelas miskin yang naik menjadi kelas pra-menengah dan menurunnya masyarakat kelas menengah yang menjadi kelas pra-menengah akan rentan mengalami penurunan drastis menjadi kelas miskin.


“Sulitnya petani mendapatkan subsidi pupuk dan sulitnya nelayan mendapat subsidi solar ini dapat menjadi kelas rentan miskin, jika pemerintah tidak memastikan kehadirannya bisa juga mereka (petani dan nelayan) akan turun lagi menjadi kelas miskin,” ujar Jaenal, Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.


Menurut Jaenal, kehadiran pemerintah dalam mengelola kebijakan-kebijakan yang memihak dan mendukung masyarakat adalah hal yang dinanti-nantikan.


"Melihat program Presiden terpilih (Prabowo Subianto) memfokuskan kepada ketahanan pangan dan isu kemiskinan. Masyarakat berharap dapat terjadi peningkatan kelas ekonomi khususnya pada sektor pertanian dan perikanan," kata Jaenal.