Nasional

Peningkatan Kesadaran Beragama Warga Nelayan di Bengkulu

Jumat, 11 Oktober 2019 | 22:00 WIB

Peningkatan Kesadaran Beragama Warga Nelayan di Bengkulu

Kehidupan nelayan di Bengkulu (Foto: rri.co.id)

Agama Islam merupakan agama yang diturunkan atas salah satu tujuan terciptanya kasih sayang di alam dunia, dengan para rasul sebagai pembawa ajarannya. Rasul adalah seseorang yang diserahi risalah oleh Allah Swt, dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada umat, bukan hanya untuk dirinya sendiri.
 
Beberapa rasul sebelum Rasulullah Muhammad Saw hanya menyampaikan ajarannya kepada kaum-kaum tertentu saja. Misalnya, Nabi Musa kepada Kaum Bani Israil, Nabi Sholih kepada Kaum Tsamud, Nabi Hud kepada Kaum ‘Aad, dan lain sebagainya.
 
Namun, beda halnya dengan Rasulullah Muhammad Saw yang diturunkan ke dunia dengan membawah risalah untuk seluruh makhluk. Mulai dari manusia, jin, malaikat, para nabi, bahkan untuk umat-umat terdahulu sejak zaman Nabi Adam As sampai hari kiamat kelak. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Islam rahmatan lil ‘alamin. Oleh karenanya, sudah sepatutnya umat Islam berusaha agar nilai rahmatan lil ‘alamin bisa tersebar ke berbagai penjuru dunia, dari hilir hingga ke hulu, dan masuk ke berbagai elemen masyarakat, tak terkecuali masyarakat kelas bawah.
 
Hal itulah yang mendasari Asnaini, Yosy Arisandy, dan Yunida Eenfriyanti saat melakukan penelitian berjudul Peran Komunitas Ibu Rumah Tangga dalam Menjaga Pendidikan Agama dan Kemandirian Ekonomi Keluarga. Penelitian dilakukan berkat dukungan bantuan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Dit PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI tahun anggaran 2018. Penelitian berlokasi di Kampung Nelayan Sejahtera, Pulau Baai, Kota Bengkulu. Selain memastikan bahwa nilai-nilai ajaran Islam tetap hidup, mereka pun bersedia membantu masyarakat sekitar memperbaiki sektor-sektor yang perlu dibenahi dalam upaya memecahkan permasalahan agama di daerah tersebut. 
  
Tak hanya itu, penelitian ini juga mengungkap kondisi finansial masyarakat di Kampung Nelayan itu. Didapati, dari total 102 kepala rumah tangga hanya 18 di antaranya yang berada dalam kelompok keluarga sejahtera, sedangkan sisanya tergolong masyarakat tidak mampu. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan mereka yang sebagian besar sebagai nelayan, yang notabene penghasilannya bergantung pada kondisi alam yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi buruk.  
 
Itu juga yang sedikit banyak memengaruhi rendahnya tingkat kesadaran beragama masyarakat Kampung Nelayan. Dengan kondisi ekonomi yang terbilang rendah, menuntut mereka bekerja lebih keras demi menghidupi diri dan keluarga, alih-alih memperdalam ilmu agama dengan mengaji. Kegiatan mengaji dirasa bukanlah kewajiban yamg harus dikerjakan selayaknya rukun islam seperti salat, zakat dan lain sebagainya.
 
Cara pandang demikian juga yang kemudian diterapkan kepada anak-anak mereka. Masih banyak dijumpai anak-anak yang belajar mengaji di masjid, namun tidak pernah bertahan lama. Ketika beranjak besar, para orangtua mempekerjakan mereka demi mengais sesuap nasi. Demikian penuturan Ibu Ridlo, salah satu penduduk Kampung Nelayan pada interview yang tertuang dalam hasil penelitian.
 
Di kampung yang terdiri atas delapan RT itu, terdapat satu masjid yang menjadi pusat kegiatan pengajian, yang bernama Masjid Al-Barokah. Masjid yang menjadi tempat masyarakat belajar mengaji Al-Qur'an, dan tak jarang diisi dengan ceramah. Namun, kegiatan seringkali mandek, disebabkan kurangnya tenaga ahli yang menjadi pengajar tetap. Para pengajar biasanya berasal dari relawan yang tak sampai tiga bulan mendampingi masyarakat. Dan, dengan datangnya mahasiswa peneliti yang bersedia melakukan pendampingan, kegiatan di masjid bisa kembali dihidupkan.
 
Melalui pendampingan tersebut, dapat diketahui bahwa pemahaman agama ibu-ibu yang mengikuti pengajian tidaklah buruk. Mereka paham cara melakukan salat beserta bacaan-bacaannya. Kendati demikian, mereka tidak mampu membaca tulisan berbahasa Arab, seperti Al-Qur'an, dengan baik, terlebih menyangkut ilmu Tajwid. 
 
Setelah dilakukan beberapa kali pendekatan dialog bersama ibu-ibu yang hadir, tingginya minat masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan di Masjid Al-Barokah ini adalah karena ingin mendengarkan ceramah dan belajar mengaji. Namun, hal itu bisa lebih ditingkatkan bila ditambah dengan kegiatan kesenian, seperti rebana. Demikian saran yang dilontarkan Ibu Een, salah satu jamaah yang hadir.
 
Para mahasiswa peneliti pun mengamini hal tersebut, dan langsung berinisiatif untuk merealisasikannya. Terbukti, setelah kegiatan di Masjid Al-Barokah tampak lebih ramai, dan mampu meningkatkan animo masyarakat, khususnya para ibu rumah tangga, untuk lebih memperdalam ilmu agama.
Faktor kemiskinan kerap kali menjadi latar belakang seseorang meninggalkan agama. Cukup bisa dipahami bila mengingat sisi materil bagi banyak kalangan jauh lebih dibutuhkan ketimbang sisi spiritual.
 
Maka kreativitas dalam berdakwah mutlak dibutuhkan dalam menghadapi tantangan semacam ini, demi nyumrambahnya nama Islam dan terwujudnya Islam rahmatan lil ‘alamin.     
 
Penulis: Hadzami Fayad
Editor: Kendi Setiawan