Jamal Ma’mur Asmani
Kolomnis
Korupsi masih menjadi penyakit kronis yang menggerogoti jantung bangsa ini. Para pejabat publik, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif yang mempunyai otoritas penyelenggaraan Negara justru terlibat dalam tindak korupsi. Mereka yang diharapkan menjadi good model pemberantasan korupsi, justru menjadi pusat korupsi. Maka benar sebuah statement bahwa kekuasaan cenderung korupsi dan kekuasaan absolut yang tidak bisa dikontrol, melakukan korupsi absolut.
Jika korupsi tidak diberantas dengan tegas sampai ke akar-akarnya, maka bangsa kita terancam lumpuh dan hancur. Generasi masa depan bangsa akan merasakan malapetaka masif. Maka, menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa untuk berjihad bersama dalam rangka memerangi korupsi demi majunya bangsa ini di berbagai aspek kehidupan.
Menurut M. Qurasih Shihab (2007), jihad adalah mengeluarkan segala daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Memberantas kemiskinan, kemiskinan dan penyakit termasuk jihad. Ilmuwan berjihad dengan ilmunya, karyawan dengan karya yang baik, guru dengan pendidikannya, pemimpin dengan keadilannya, dan pengusaha dengan kejujurannya.
Dalam konteks ini, maka jihad memberantas penyakit kronis bangsa yang namanya korupsi adalah kewajiban yang harus digaungkan seluruh elemen bangsa. Jika seluruh elemen bangsa diam, maka korupsi semakin menggerogoti jantung bangsa dan tunggulah saat kematiannya. Bangsa ini semakin hancur dan tidak tersisa sedikitpun untuk bangkit. Maka, mari bersama-sama berjihad memberantas korupsi dari diri dan keluarga masing-masing, kemudian di lingkungan sekitar dan terus meluas di tengah masyarakat.
Momentum maulid Nabi Muhammad 1447 H. seyogianya dijadikan starting point pemberantasan korupsi. Sejarah hidup Nabi Muhammad menjadi pelajaran penting dalam pemberantasan korupsi.
Baca Juga
Gus Dur dan Moralitas Bangsa Antikorupsi
Pertama, persamaan di depan hukum (equality before the law). Tidak boleh ada privilege dan diskriminasi dalam penegakan hukum. Semua orang yang salah harus ditindak, meskipun pejabat dan orang yang punya status sosial tinggi. Kehancuran bangsa jika hukum tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab Min Kunuzis Sunnah mengutip hadits Nabi Muhammad: Sesungguhnya sesuatu yang menghancurkan orang-orang sebelum kamu semua adalah jika ada orang mulia yang mencuri, maka mereka meninggalkannya (tidak menghukum). Namun jika ada orang lemah yang mencuri, maka mereka menegakkan hukuman kepadanya. Demi Allah, seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya (H.R. Bukhari-Muslim).
Kedua, larangan suap. Suap adalah masalah kronis bangsa ini dari atas sampai bawah. Suap membuat kinerja bangsa lambat dan kendor. Transparansi, akuntabilitas dan profesionalitas hancur oleh budaya suap di negeri ini. Keadilan jauh dari harapan ketika suap menjadi budaya yang sistematik.
Nabi Muhammad bersabda: orang yang menyuap dan yang menerima suap di neraka (H.R. Thabrani). Allah melaknati orang yang memberi suap dan yang menerima suap (H.R. Ahmad dan Abu Dawud).
Dalam khazanah klasik seperti dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin disebutkan para hakim yang sudah mendapatkan gaji dari Negara tidak boleh menerima pemberian apapun dari rakyat. Hal ini sangat wajar karena menerima pemberian menjadikan para hakim condong (mail) kepada pemberi yang merusak keadilan hukum. Jika pejabat publik sudah menerima gaji, maka jangan sampai menerima pemberian apapun karena berpotensi besar merusak keadilan.
Ketiga, kewajiban pemimpin menyejahterakan rakyat. Pemimpin adalah pelayan yang harus memenuhi hak-hak rakyat, baik dalam konteks kesehatan, pendidikan, ekonomi, keamanan, ketertiban, dan perlindungan. Dalam kaidah agama disebutkan: kebijakan pemimpin ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Dalam kitab Asybah Wan Nadlair, Imam Jalaluddin As-Suyuthi menjelaskan bahwa kaidah agama ini ditetapkan oleh Imam Syafii.
M. Syafii Antonio dalam buku Muhammad, The Super Leader Super Manager menjelaskan salah satu legacy kepemimpinan Nabi Muhammad dalam bidang sosial politik. Nabi pada periode Madinah mempersaudarakan sahabat Muhajirin dan Anshar, menegakkan kesetaraan antarsesama warga, meningkatkan pendidikan, dan membangun politik ekonomi yang anti riba, penipuan, ihtikar, tadlis, dan lain-lain.
Salah satu pengeluaran negara era Nabi digunakan untuk membayar utang orang yang meninggal dalam kondisi miskin, pembayaran tunjangan orang miskin, pengeluaran rumah tangga Nabi dan persediaan darurat. Nabi tidak mendapatkan gaji atau upah sedikit pun dari negara atau masyarakat, kecuali hadiah yang jumlahnya sedikit yang biasanya berupa makanan.
Keteladanan Nabi Muhammad sebagaimana keterangan di atas seyogianya menjadi inspirasi dan motivasi seluruh elemen bangsa ini, khususnya para pejabat publik, untuk menghentikan praktek korupsi dan fokus untuk meningkatkan pelayanan maksimal kepada rakyat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat adalah janji yang harus ditepati para pemangku kepentingan negeri ini. Semoga bulan maulid Nabi ini menjadi oase untuk memberantas korupsi dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Jamal Ma’mur Asmani, dosen IPMAFA Pati, penulis sejumlah buku
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Maulid Nabi dan 4 Sifat Teladan Rasulullah bagi Para Pemimpin
2
Jadwal Puasa Sunnah Sepanjang Bulan September 2025
3
DPR Jelaskan Alasan RUU Perampasan Aset Masih Perlu Dibahas, Kapan Disahkan?
4
Pengacara dan Keluarga Yakin Arya Daru Meninggal Bukan Bunuh Diri
5
Tata Cara Shalat Gerhana Bulan, Lengkap dengan Niat dan Surat yang Dianjurkan
6
Khutbah Jumat: Menjaga Amanah dan Istiqamah dalam Kehidupan
Terkini
Lihat Semua