Nasional

Prof Amany Lubis Nilai Teknologi AI Membantu, Tapi Sanad Ilmu Sangat Penting

Selasa, 2 September 2025 | 19:00 WIB

Prof Amany Lubis Nilai Teknologi AI Membantu, Tapi Sanad Ilmu Sangat Penting

Prof Amany Lubis dalam seminar panel Simposium Kawasan 2025 yang digelar Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika (PPIDK Timtengka) di Aula Ar-Razzaq, Masjid Istiqlal, Jakarta pada Selasa, 26 Agustus 2025. (Foto: dok. panitia)

Jakarta, NU Online

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Amany Burhanuddin Umar Lubis menilai, teknologi kecerdasan buatan (AI) membawa banyak manfaat bagi dunia pendidikan, tetapi tidak boleh menggantikan nilai kemanusiaan.


“AI bukan digitalisasi. Digitalisasi hanya sebatas komputerisasi. AI sudah menjadi akal buatan, bahkan ada yang menuhankannya. Indonesia sekarang menempati peringkat keempat di dunia dalam penggunaan AI, dengan potensi sekaligus mudharat yang juga sangat besar,” jelas Prof Amany melalui rilis yang diterima NU Online, pada Selasa (2/9/2025).


Hal itu disampaikan Prof Amany dalam seminar panel Simposium Kawasan 2025 yang digelar Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika (PPIDK Timtengka) di Aula Ar-Razzaq, Masjid Istiqlal, Jakarta pada Selasa, 26 Agustus 2025.


Ia menegaskan pentingnya etika dalam memperlakukan teknologi. Jika tidak, perkembangan teknologi justru dapat mengikis nilai humanisme dan mengganggu spiritualitas manusia.


“ChatGPT misalnya, bisa menghimpun berbagai informasi, tetapi tidak bisa menyebutkan sumbernya. Padahal dalam tradisi Islam, sanad atau sumber itu sangat penting. Kalau kita hanya mengandalkan AI, ilmu-ilmu Islam bisa menjadi dangkal,” tambahnya.


Prof Amany juga mengingatkan agar pendidikan tetap kembali pada metode yang menjaga kedalaman ilmu, seperti membaca buku cetak dan menulis, bukan hanya mengandalkan teknologi.


“Teknologi memang membantu saat pandemi dengan kuliah online atau hybrid. Namun, pendidikan sejati tidak hanya mengandalkan layar. Karena itu, meski kita hidup di era digital, jangan sampai mengagungkan teknologi secara berlebihan,” ujarnya.


Ia menyebut bahwa internet berperan besar membantu dunia pendidikan, terutama saat pandemi. Namun menurutnya, pendidikan ideal tetap membutuhkan interaksi langsung yang sarat nilai kemanusiaan.


Prof Amany juga menyinggung adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang bermuamalah melalui media sosial. Menurutnya, fatwa itu menjadi pengingat bahwa penggunaan teknologi tetap harus dibingkai dengan etika dan spiritualitas.


Seminar panel ini merupakan bagian dari rangkaian Simposium Kawasan 2025 PPIDK Timtengka. Acara menghadirkan sejumlah tokoh, di antaranya Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI 2009-2014 Prof Muhammad Nuh, Irfan Syauqi Beik, Imam Addaruqutni, dan Muhammad Saechu. Kehadiran mereka menjadi magnet tersendiri bagi peserta, khususnya generasi muda.


Selain ajang silaturahmi, kegiatan ini juga menjadi wadah pertukaran ide, kolaborasi, serta momentum bagi generasi muda Indonesia untuk memperkuat kontribusi mereka dalam pembangunan masyarakat Islam dan menatap masa depan bangsa.


Sesi seminar panel hari kedua membahas isu-isu aktual, mulai dari peran agama dan kontribusi dalam pendidikan nasional, pentingnya zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) dalam pembangunan ekonomi umat, hingga tantangan digitalisasi dan AI di dunia pendidikan.