Nasional

Sebanyak 2 Juta Buruh Manufaktur Terkena PHK, Pemerintah Sebut karena Derasnya Barang Impor

Senin, 4 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Sebanyak 2 Juta Buruh Manufaktur Terkena PHK, Pemerintah Sebut karena Derasnya Barang Impor

Ilustrasi industri manufaktur. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan bahwa sebanyak dua juta pekerja di sektor industri manufaktur mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam rentang waktu Agustus 2024 hingga Februari 2025. Kebijakan relaksasi impor menjadi sorotan utama sebagai penyebab dari lonjakan PHK tersebut.


Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menjelaskan bahwa gelombang PHK ini merupakan imbas serius dari kebijakan relaksasi impor yang masih dirasakan dampaknya, khususnya oleh industri padat karya.


"Kami dari Kementerian Perindustrian tidak menafikan bahwa PHK masih terjadi pada industri manufaktur," ujarnya dalam Konferensi Pers Rilis IKI Juli 2025 dikutip NU Online pada Senin (4/8/2025) melalui kanal YouTube Kemenperin.


Ia menambahkan bahwa dalam periode tujuh bulan terakhir, jumlah tenaga kerja yang terdampak telah mencapai jutaan orang.


"Dalam periode Agustus 2024 sampai Februari 2025 ada sekitar 2 juta tenaga kerja industri atau buruh yang mengalami pengurangan (tenaga) kerja, ya PHK mungkin," kata Febri.


Menurut Febri, lonjakan PHK tersebut tidak terlepas dari derasnya arus masuk barang-barang impor murah yang membanjiri pasar dalam negeri akibat relaksasi impor. Hal ini menekan permintaan terhadap produk industri dalam negeri, terutama sektor hilir yang menyerap banyak tenaga kerja.


"PHK yang terjadi saat ini karena residu dari kebijakan relaksasi impor yang saat ini masih dirasakan dampaknya oleh industri padat karya," ucapnya.


Kemenperin memperkirakan tren PHK masih akan berlangsung jika belum ada pembaruan pada regulasi yang menjadi pangkal masalah. Salah satu kebijakan yang disorot adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.


"Kami sekali lagi menyatakan hal tersebut disebabkan karena ekses dari kebijakan relaksasi impor yang membuat pasar domestik banjir produk impor murah sehingga menekan demand industri hilir, terutama industri padat karya yang pada akhirnya memicu terjadinya pengurangan kerja," tegasnya.


Febri menggarisbawahi bahwa tekanan terhadap permintaan industri domestik menjadi faktor utama pemicu pemangkasan tenaga kerja dalam skala besar.


"Sehingga menekan demand industri, terutama industri padat karya yang pada akhirnya memicu terjadinya pengurangan kerja. Dan kalau lihat angka tadi hampir sekitar 2 juta itu risiko yang kita tanggung dari pengurangan kebijakan relaksasi impor," pungkasnya.