UU Haji Terbaru Disahkan, Pemerintah Janjikan Pelayanan Lebih Mudah dan Transparan
Selasa, 26 Agustus 2025 | 20:30 WIB
Jakarta, NU Online
Pemerintah melalui Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan pendapat akhir Presiden terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dalam rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/8/2025) Presiden menyatakan persetujuan penuh agar RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang.
"Pelaksanaan ibadah haji dan umrah merupakan hak warga negara Indonesia yang beragama Islam, sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Negara berkewajiban memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan agar ibadah haji dan umrah dapat dilaksanakan secara aman, nyaman, tertib, dan sesuai syariat," kata Supratman saat membacakan pandangan Presiden.
Menurut pemerintah, regulasi lama belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan jamaah dan perkembangan kebijakan haji di Arab Saudi.
Beberapa kelemahan di antaranya adalah belum optimalnya pemanfaatan kuota haji, lemahnya pembinaan jamaah, ketiadaan perlindungan bagi jamaah non-kuota, serta belum adanya mekanisme pembahasan biaya haji saat terjadi kenaikan.
Selain itu, sistem informasi penyelenggaraan haji juga dinilai belum terpadu, sementara praktik perjalanan haji dan umrah mandiri semakin marak.
UU baru ini menegaskan transformasi Badan Penyelenggara Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Dengan status kementerian, penyelenggaraan haji dan umrah akan dilakukan secara lebih terintegrasi melalui pola one stop service.
"Penguatan kelembagaan menjadi kementerian merupakan langkah strategis agar negara hadir sepenuhnya dalam pelayanan haji dan umrah," jelas Supratman.
Selain kelembagaan, UU juga mengatur pembentukan satuan kerja baru, pola pengelolaan keuangan berbasis Badan Layanan Umum (BLU), serta kerja sama dengan berbagai pihak terkait.
Dalam UU yang baru disahkan, pemerintah menambahkan sejumlah ketentuan, di antaranya:
Pertama, kuota haji untuk petugas dipisahkan dari kuota jemaah. Kedua, adanya mekanisme pemanfaatan sisa kuota dan kuota tambahan. Ketiga, pengawasan lebih ketat terhadap penyelenggaraan haji khusus dengan visa non-kuota.
Keempat, penguatan tanggung jawab negara dalam pembinaan ibadah dan kesehatan jemaah. Kelima, mekanisme peralihan dari BP Haji ke Kementerian Haji dan Umrah. Keenam, pemanfaatan sistem informasi terpadu dalam penyelenggaraan haji dan umrah.
Mengakhiri penyampaiannya, Supratman menyampaikan penghargaan Presiden kepada DPR atas kerja sama yang erat dalam menyelesaikan pembahasan RUU tersebut.
Dengan pengesahan UU baru ini, pemerintah berharap penyelenggaraan ibadah haji dan umrah ke depan lebih berkualitas, transparan, dan mampu menjawab kebutuhan jamaah Indonesia.
Sebelumnya, Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menegaskan bahwa perubahan UU ini lahir dari kebutuhan nyata jamaah haji Indonesia.
"Perubahan ini bukan hanya soal kelembagaan, tetapi menyangkut peningkatan pelayanan kepada jemaah di bidang akomodasi, konsumsi, transportasi, hingga kesehatan, baik di tanah air maupun di Tanah Suci," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, yang memimpin jalannya sidang paripurna menyebut pengesahan UU ini sebagai langkah maju.
"Dengan disahkannya UU ini, seluruh layanan haji dan umrah akan berada di bawah satu atap. Harapannya, jemaah bisa mendapatkan pelayanan yang lebih mudah, transparan, dan terkoordinasi," kata Cucun.