Warta

Hasyim Muzadi Janjikan Perbaikan Nasib Petani

Kamis, 16 September 2004 | 05:51 WIB

Jakarta, NU Online
Pembangunan bidang pertanian yang didukung sektor industri akan menjadi prioritas dari pasangan Capres dan Cawapres Megawati Soekarnoputri – Hasyim Muzadi bila berhasil memenangkan Pemilu Presiden 20 September mendatang. Meski pengolahan hasil-hasil pertanian dan penguasaan alur dari hulu ke hilir menjadi hak istimewa industri lokal, keduanya tetap memberikan jaminan kepada industri asing untuk beroperasi di Indonesia. 

Demikian kesimpulan dialog penajaman visi dan misi Capres – Cawapres yang disampaikan pasangan Mega – Hasyim di Jakarta, Rabu (15/9).

<>

Agar sinergi antara pembangunan sektor pertanian dengan industri mencapai hasil maksimal, kata Muzadi, pemerintahan yang akan datang—bila dimenangkan dia dan Mega—akan memfasilitasi pembangunan kedua sektor itu dengan pembinaan  intensif dalam bentuk riset pertanian, penyediaan bibit unggul,  penyediaan kredit murah tanpa agunan dan pelatihan-pelatihan yang sepenuhnya dibiayai pemerintah. 

Dalam pernyataan penutupan penajaman visi dan misi pasangan Mega – Hasyim dalam bidang ekonomi itu, Hasyim menjelaskan, bahwa  fungsi industri di sektor hilir dalam hal ini adalah untuk mengolah komoditi-komoditi pertanian dan memasarkannya.

Karena fungsi strategisnya dalam menopang sektor pertanian itu, pasangan Mega Hasyim tetap akan memberikan penguasaan alur sektor hulu dan hilir kepada industri lokal dengan tetap mengizinkan industri asing masuk ke Indonesia. 

Masalah yang tidak kalah penting untuk diperhatikan, kata Hasyim, adalah impor komoditas-komoditas pertanian yang meresahkan para petani. “Terlalu banyaknya impor telah mengakibatkan harga produk-produk pertanian jatuh, ditambah lagi impor yang diselundupkan. Penyelundupan beras, gula, kedele telah  mematikan harkat dan ekonomi dari rakyat secara langsung, karena itu harus ditindak tegas,”kata Hasyim. 

Menjawab pertanyaan Panelis dari Universitas Indonesia Mayling Oey yang meragukan kebangkitan ekonomi bisa dimulai dengan pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM), Hasyim mengungkapkan,”Jumlah UKM di Indonesia diperkirakan 40 juta. Jika setiap UKM mampu merekrut satu tenaga kerja baru, maka sebanyak 40 juta tenaga kerja baru bisa terserap. Untuk itu, UKM perlu mendapatkan kemudahan di bidang permodalan dan pembinaan manajemen," jawab Hasyim.
 
Hasyim pun menambahkan, bahwa sinergi antara sektor pertanian dan industri secara luas  dan  UKM dapat disentuh secara bersama-sama oleh pemerintah. Dia pun berharap  agar ke depannya sudah tidak ada lagi keluhan-keluhan yang menyakitkan dari masyarakat.

“Bagaimana ke depan perbankan juga didorong untuk menjadi mitra yang baik terhadap UKM, dengan menurunkan tingkat suku bunga Bank Indonesia (SBI), suku bunga obligasi dan suku bunga kredit. Dengan demikian, akan ada keseimbangan antara kredit yang diberikan kepada orang kecil dengan kredit raksasa yang diberikan kepada orang-orang besar (konglomerat),”kata Hasyim.

 “Bila kebijakan makro ekonomi tersebut berpihak kepada UKM, maka kemampuan UKM dalam membangkitkan perekonomian nasional tidak akan menjadi mitos,”ujar Hasyim yang disambut tepukan undangan dialog. 
 Meski kedua pasangan Capres dan Cawapres dalam dialog tadi malam sama-sama menjanjikan perbaikan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat. Keduanya tetap tidak luput dari kritik  aktivis dan pengamat.

Menurut  Direktur Pusat Kajian Pedesaan dan Pembangunan Regional Universitas Gadjah Mada Mochammad Maksum, ada dua kelemahan mendasar dalam dialog visi dan misi pembangunan ekonomi yang disampaikan kedua pasangan Capres dan Cawapres tersebut, yaitu tentang bagaimana cara mereka mewujudkan janji – janjinya nanti dan khusus yang menyangkut ketahanan pangan adalah tidak ada ahli ketahanan pangan yang dilibatkan menjadi salah satu panelis. 

Karena itu Maksum mengatakan, semua masih belum jelas.  Ketidakmampuan   kita memproteksi sektor pertanian selama ini karena kolonisasi. Maksum pun mengungkapkan, bahwa kebijakan ekonomi dalam negeri selama ini lebih ditentukan oleh semangat kepentingan ekonomi global.

Akibat kebijakan itu,  pengamat ekonomi yang meraih gelar doktor ekonomi dari Universitas Philipina ini mengungkapkan harapannya dalam dialog para aktivis NU di Pati, Minggu (12/9), agar NU memperjuangkan perbaikan nasib para petani.

Sebab, kata Maksum, masalah yang menderah sektor pertanian saat ini bersifat struktural. “Dan saat ini, persoalan struktural itu menjadi kepanjangan tangan dari semangat ekonomi neoliberal yang tidak berpihak kepada petani dan masyarakat miskin,”kata Maksum kepada NU Online, Kamis (16/9).


Terkait