Warta

Kang Said Tak Persoalkan Ulama Berpolitik

Senin, 21 Mei 2007 | 04:41 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj tak mempersoalkan ulama atau kiai yang aktif dalam politik praktis. Karena, menurutnya, tak tepat bila ulama dan kiai hanya mengurus pengajian, sehingga tak masuk dunia yang lain, termasuk dunia politik.

“Dunia politik itu sesuatu hal yang harus ada, dan dituntut dilakukan profesional. Tapi memang, para kiai yang terjun ke politik, harus paham betul soal politik,” kata Kang Said, begitu panggilan akrabnya, kepada wartawan pada acara Silaturahmi Pengasuh Pondok Pesantren se-Indonesia, Jumat (18/5) lalu, di Asrama haji Pondok Gede, Jakarta.

<>

Dalam acara yang digelar Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) NU atau asosiasi ponpes NU se-Indonesia itu, Kang Said mengingatkan, sejak dulu para ulama pun terjun ke politik. Ia mencontohkan para ulama yang berpolitik pada zaman dulu, seperti KH Agus Salim, dan KH Wahid Hasyim, ayahanda KH Abdurrahmnan Wahid (Gus Dur).

ADVERTISEMENT BY OPTAD

“Buktinya, mereka banyak memberikan pencerahan kepada kita dalam bernegara,” tegasnya.

Menurutnya, NU tidak mempermasalahkan jika kiai berkiprah ke dunia politik, dan menganggapnya sebagai bagian sikap yang harus dihargai. “Asal mumpuni, ya silakan. Kalau ada kecenderungan ulama bakatnya ke politik, silakan saja,” katanya.

Kang Said juga mengingatkan, untuk terjun ke politik tak bisa sembarangan. “Kalau cuma paham ngaji, lalu terjun ke partai politik,  hanya akan jadi permainan eksternal maupun pimpinan partainya. Itu memang ada dan terjadi, meski tidak usah disebutkan namanya,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Menteri Agama (Menag) RI Maftuh Basyuni mengritik para ulama.  Menurutnya, banyak ulama lebih memilih hijrah ke panggung politik daripada konsisten mengurusi pondok pesantren (ponpes). Menag mengaku cemas. Sebab, bila hal itu berlanjut terus, nasib ponpes akan terbengkalai.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

“Ada sejumlah ulama yang lebih suka di dunia politik ketimbang menjadi pendidik. Padahal, di negeri ini kiai dan ulama identik sebagai pendidik yang mencetak generasi penerus,” tegas Menag disambut tepuk tangan sekitar 350 peserta acara.

“Bukannya tidak boleh para kiai dan ulama masuk ke dunia politik, tapi jangan meninggalkan dunia pesantren hingga terbengkalai,” ujar Menag mengingatkan.

Namun Maftuh tak hanya mengritik para ulama. Pada bagian lain dia mengaku bangga lantaran keberadaan pesantren, yang diasuh para ulama, semakin banyak di seluruh wilayah Indonesia.

Menurutnya, para ulama maupun pimpinan ponpes mau tidak mau harus siap menghadapi era globalisasi. Dia juga mengingatkan bahwa peran pesantren sebagai moral force harus dipertahankan. “Peran ulama sangat dibutuhkan dalam meluruskan langkah-langkah strategis,” ujarnya. (rif/nam)


Terkait