Warta

Menkominfo: Perlu Pemanfaatan Teknologi dalam Penentuan Hari Raya

Ahad, 7 Oktober 2007 | 22:03 WIB

Surabaya, NU Online
Hari Raya Idul Fitri di Indonesia tahun ini masih sangat mungkin berbeda, terutama karena organisasi Muhammadiyah telah mengumumkan berlebaran tanggal 12 Oktober, sedangkan pemerintah, NU dan ormas Islam lainnya masih menunggu kepastian hasil rukyatul hilal yang akan dilakukan pada Kamis (11/10) petang dan akan dikukuhkan dalam sidang itsbat bersama Depag dan seluruh ormas Islam.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Prof Dr H Muhammad Nuh, DEA, cara yang bisa dipakai untuk lebih mendekatakan perbedaan itu adalah dengan memanfaatkan teknologi untuk membantu dalam proses rukyatul hilal. Teknologi bukan menjadi penentu, namun hanya sebagai al<>at bantu.

“Yang penting masing-masing sudah punya kesepakatan, dan mau menaati kesepakatan itu,” kata Nuh, di sela acara buka puasa bersama PWNU Jawa Timur dan Pemprov Jatim serta PCNU se-Jawa Timur, di Kantor PWNU Jatim, Ahad (7/10).

Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu mengakui, proses melihat hilal tidaklah mudah. Sangat sulit. Sebab persoalannya bukan sekadar melihat tinggi dan rendahnya hilal, dalam menentukan lokasi hilal pun dibutuhkan keahlian tersendiri.

Ia sendiri mengaku baru pertama kali melihat proses pergantian hilal. Itupun setelah seluruh pantauan di lapangan disambungkan ke internet di meja kantornya. “Memang sangat sulit. Cepat dan kecil. Di samping banyak gangguan di kanan kirinya,” tuturnya.

Soal perbedaan hari raya di Indonesia, katanya, hanyalah disebabkan oleh dua orang saja, yakni orang Surabaya (NU) dan Jogja (Muhammadiyah). “Yang lain itu ngikut saja,” kata Nuh disambut tawa para undangan.(sbh)


Terkait