Warta

NU-KPI Jalin Kerja Sama, Awasi Televisi Nakal

Selasa, 26 Februari 2008 | 08:16 WIB

Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) rupanya tak mau buang-buang waktu lagi untuk segera menyikapi maraknya tayangan televisi tidak mendidik. Organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia itu sepakat menjalin kerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi sejumlah stasiun televisi ‘nakal’.

Kesepakatan itu diwujudkan dalam penandatanganan Nota Kesepahaman Kerja Sama (Memorandum of Understanding/MoU) yang dilakukan Ketua Umum Pengurus Besar NU KH Hasyim Muzadi dengan Ketua KPI Prof Sasa Djuarsa Sendjaja di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (26/2).<>

Dalam sambutannya, Hasyim menyatakan, aturan perundangan tentang pertelevisian dan penyiaran di negeri ini sudah cukup baik. Namun, hal itu belumlah cukup. Harus pula dilakukan pendekatan kebudayaan untuk mengawasi dan mengendalikannya.

“Kalau itu persoalannya ekonomi (faktor komersial), masih bisa diatasi. Kalau persoalannya politik, masih bisa dibicarakan. Tapi, kalau masalahnya budaya, tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan legal-formal. Harus dilakukan lewat pendekatan budaya. Kita jangan sampai terlambat,” terang Hasyim.

Menurutnya, masyarakat atau penonton yang merupakan konsumen tayangan televisi, pun harus dilibatkan dalam gerakan tersebut. Demikian pula sejumlah organisasi kemasyarakatan semacam NU, Muhammadiyah, dan sebagainya.

Hasyim juga menilai, saat ini muncul kecenderungan bahwa tayangan televisi yang penontonnya paling banyak, justru yang tidak baik bagi masyarakat. Tayangan tersebut malah tidak memiliki unsur pendidikan dan pencerdasan kepada masyarakat.

Ia menambahkan, melalui kerja sama itu, NU dan KPI akan melakukan gerakan penyadaran kepada masyarakat tentang baik-buruknya dampak tayangan televisi. Bentuknya, akan segera dilakukan inventarisasi terhadap seluruh tayangan televisi yang dinilai baik untuk masyarakat atau sebaliknya.

“Hasil inventarisasi itu, akan kita konsultasikan pada pihak-pihak terkait: pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, KPI, pihak televisi sendiri, ormas Islam seperti Muhammadiyah, dan lain-lain,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, itu.

Gerakan itu, katanya, bukan untuk ‘menghakimi’ pihak stasiun televisi. Melainkan untuk menyelamatkan moral dan budaya generasi bangsa. “Sehingga, nantinya akan saling menguntungkan. Pihak televisi tetap untung tanpa menampilkan tayangan tidak mendidik. Dan, masyarakat juga tidak dirugikan. Moral bangsa tetap terjaga,” ujarnya. (rif)


Terkait