Warta

PBNU Gelar Semiloka Hubungan NU dan Politik

Kamis, 2 September 2004 | 11:12 WIB

Jakarta, NU Online
Perubahan mekanisme politik di Indonesia dalam pemilihan pemimpin secara langsung mengharuskan NU menata ulang interpretasi Khittah 1926, karena ormas seperti NU mau tidak mau terlibat dalam politik praktis, mengingat NU mempunyai keharusan moral untuk mendukung kadernya menduduki posisi politik yang ada.

Demikian, urgensi semiloka yang akan di gelar di Surabaya 4 September 2004 mendatang.  Menurut sekretaris panitia muktamar ke-31 Masduki baidlawi, upaya mempertegas kondisi ini di tengah-tengah perkembangan politik menjadi penting untuk memudahkan dan memberi kesempatan kepada kader NU yang ingin terjun ke dalam dunia politik untuk merealisir cita-citanya dengan tanpa terhambat oleh adanya tudingan dari kader lain yang tidak bermaksud terjun ke dalam politik.

<>

"Adanya aturan yang jelas tentu akan menghindari kemungkinan multi interpretatif yang dapat menyebabkan saling tuduh, friksi dan konflik internal," ungkap Wasekjen PBNU yang sebentar lagi dilantik menjadi anggota DPR PKB.

Menurut Masduki,  sejauh ini NU dalam sejarahnya tidak bisa lepas dari dunia politik, bukan saja karena politik bagian dari perjuangan masyarakat NU dalam menyampaikan ide dan gagasannya dalam bernegara dan berbangsa tapi juga bagian dari hak individu untuk menyatakan aspirasinya. 

Disamping itu, lanjut Masduki, terasa naif juga jika NU melarang kadernya untuk berpolitik. "Cuma persoalannya jangan sampai politik yang dijalankan itu berdampak negatif akibat menyeret institusi PBNU," ulasnya.

Karena itu, kata alumnus IAIN Jogja ini netralitas NU harus didudukan dengan memposisikan NU sebagai ormas keagamaan, mengingat NU secara formal sekarang bukan lagi organisasi politik. Rumusan dan masukan soal ini dirasa penting sebagai masukan untuk muktamar mendatang, supaya tidak terjadi miss dan klaim adanya pelanggaran AD/ART yang mengatasnamakan politik NU. "Termasuk di dalamnya membicarakan kembali apakah NU akan mempunyai partai politik," ungkapnya.

Selain itu dalam semiloka sehari ini akan dibahas juga soal efektivitas lembaga-lembaga NU yang dinilai terlalu gemuk dan overlapping antara lembaga yang satu dengan lainnya sehingga menyebabkan yang aktif hanya orang-orang itu saja dan yang lain hanya sebagai penggembira. Ini akan menjadi perhatian sendiri yang nanti akan dibahas di semiloka sebagai masukan muktamar di Solo 28 Nopember nanti.

Semiloka yang di gelar di Hotel Tunjungan Surabaya ini akan dibagi dalam dua sessi. Sessi pertama akan membahas hubungan NU dan Politik, dengan nara sumber Prof. Dr. KH Saidi Aqil Siradj, Prof. Dr. Masykuri Abdillah, DR. Laode Ida, Dr. Haidar ALi, DR. Hotman Siahaan.

Pada sessi kedua akan membahas efektivitas lembaga-lembaga di lingkungan NU dengan nara sumber H. Ahmad Bagdja, Prof Dr. Miftah Thoha, dan Drs. H.Ali Masykur Musa. Peserta di perkirakan berjumlah 100 orang dari unsur NU baik dari Pusat (PBNU) maupun Wilayah dan cabang, serta lembaga, lajnah dan badan otonom yang ada di masing-masing tingkatan. (cih)


Terkait