Jakarta, NU Online
Berkaitan dengan banyaknya pejabat struktural yang tidak aktif di PBNU dan lembaga-lembaganya, Ketua PBNU Rozy Munir nyatakan perlunya dipikirkan pembentukan kode etik dan dewan kehormatan di NU.
Kode etik tersebut dapat berisi tentang aturan-aturan yang mengandung reward bagi yang menjalankan tugasnya dengan baik ataupun punishment bagi yang mengabaikan tugasnya.
<>Sering terjadi di PBNU tamu yang ingin berurusan dengan salah satu pengurus harian di PBNU, namun tidak menemui orangnya. Karena itulah perlunya dibuat penjadwalan kembali siapa datang hari apa agar ketika ada orang yang berkepentingan, misalnya dari wilayah atau cabang NU, ada yang menemuinya.
Penjadwalan tersebut disesuikan dengan kesibukan masing-masing pengurus di luar NU karena bagaimanapun juga mereka harus bekerja mencari nafkah sedangkan di NU sebagai aktualisasi diri.
Disinilah kode etik tersebut berfungsi sebagai pengontrol jalannya mekanisme organisasi. Reward atau punishment tersebut tidak harus berbentuk materi, tetapi dapat berupa dukungan bagi yang kinerjanya baik atau hukuman moral melanggar aturan yang ditetapkan dalam kode etik.
Dalam muktamar mendatang juga perlu dipikirkan bahwa pejabat-pejabat yang diangkat berdasarkan kinerja sebelumnya yang mereka miliki, tidak atas pertemanan saja. “Sebaiknya bidangnya dulu yang dicari, baru orangnya, bukan orangnya dulu, baru dicarikan bidangnya,”
Untuk mempermudah komunikasi dan saling kontrol antara syuriah dan tanfidziyah, Rozy mengusulkan agar kantor untuk keduanya disatukan saja, tidak dipisah seperti saat ini yang mana syuriah di Lt 4 dan tanfidziyah di Lt 3
Hal lain yang perlu adalah adanya tenaga penjaga telepon dan pengarsipan surat. Tenaga ini, terutama penjaga telepon sangat vital. “Jangan sampai orang kecewa karena tidak mendapat menerimaan yang layak. Karena itu saya pikir, penjaga telepon harus dicari yang cocok, luwes, tutur sapanya juga baik,” tambahnya.(mkf)