Warta

Presiden Megawati Berterima Kasih Pada Ulama

Senin, 27 September 2004 | 10:52 WIB

Malang, NU Online
Presiden Megawati Soekarnoputri, walau- pun kalah cukup telak di Jawa Timur, tetap menyampaikan terima kasih kepada para kiai NU yang telah ikut membantu dalam rangka Pilpres yang dilaksanakan secara langsung, praktis berjalan lancar, aman dan tenang.

"Saya selaku presiden maupun calon presiden, bersama Pak Hasyim selaku calon wakil presiden juga mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas peran para kiai sehingga pelaksanaan pemilu berjalan dengan baik. Mudah-mudahan segala dukungan yang telah diberikan akan membawa berkah di kemudian hari," ujar Megawati saat memberikan sambutan pada acara pernikahan putra dan putri KH Hasyim Muzadi di Masjid Al Ghozali, Malang, Minggu (26/9) kemarin.

<>

Sementara itu Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jatim KH Anwar Iskandar menyerukan agar semua warga NU (nahdliyin), khususnya di Jatim segera melakukan rekonsiliasi (islah) guna merajut kembali ukhuwah nahdliyah. Anwar menyatakan membawa pesan khusus kiai khos KH Abdullah Fakih, Pengasuh Ponpes Langitan, Tuban atas ajakan islah itu.

Anwar Iskandar mengemukakan hal itu ketika berbicara dalam rangka Harlah ke-81 NU di Ponpes Darul Kharomah, Gunungjati, Kraton, Pasuruan, Minggu (26/9) siang yang dihadiri antara lain Wakil Ketua Umum PKB Mohammad Mahfud MD dan pengasuh Ponpes Besuk, Pasuruan, KH Mas Subadar.

KH Mas Subadar yang selama kampanye Pilpres melontarkan presiden perempuan haram hukumnya, menyerukan agar seluruh keluarga besar NU kembali bersatu. Ia berharap, persoalan perbedaan pilihan politik tersebut hendaknya cepat-cepat ditutup dan kemudian disusul dengan gandeng tangan menyongsong masa depan.

Rais Aam Syuriyah PBNU KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh di sela-sela pernikahan putra-putri KH Hasyim Muzadi, beberapa jam sebelumnya mengatakan, "Apanya yang harus diislahkan (direkonsiliasikan), wong tidak ada masalah koq." katanya.

Perbedaan pilihan politik para ulama di tubuh NU menurutnya merupakan hal yang manusiawi, lumrah, biasa. Sebab, katanya lagi, di kalangan NU seolah-olah sudah menjadi tradisi dan sepakat untuk khilaf (beda). "Jadi di NU itu ada budaya yang luar biasa, yakni budaya pluralisme yang sudah mengakar. Kiai Hasyim dan Kiai Mas Subadar ya rangkul-rangkulan layaknya (memang) tidak terjadi apa-apa?," ujarnya. (sp/cih)


Terkait