Daerah

Aremanita Ini Kehilangan Suami dan Anak Imbas Tragedi Kanjuruhan

Kamis, 6 Oktober 2022 | 11:00 WIB

Aremanita Ini Kehilangan Suami dan Anak Imbas Tragedi Kanjuruhan

Tragedi di Stadion Kanjuruhan menimbulkan trauma bagi banyak kalangan. (Foto: NUO)

Malang, NU Online
Tidak ada yang menyangka bahwa akan terjadi peristiwa mengerikan saat laga antara Persebaya Surabaya melawan Arema FC di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (01/10/2022) malam. Laga yang diharapkan sebagai hiburan tersebut ternyata berujung tangis pilu lantaran ratusan nyawa melayang sia-sia. 


Hal tersebut juga sebagaimana diakui Elimiati. Dirinya disebut sebagai Aremanita karena merupakan pendukung setia Arema FC berjenis kelamin perempuan. Bahwa pada saat kejadian datang ke stadion bersama suami, Rudi Hartono dan anaknya, M Virdi Prayogo yang berusia tiga tahun. 


Warga Jalan Sumpil gang 2, Blimbing, Kota Malang ini mengaku bahwa kedatangannya ke Stadion Kanjuruhan adalah kali ketiga demi menyaksikan pertandingan Arema FC secara bersama. Ketiganya juga terbiasa menyaksikan laga Singo Edan di Tribune 13 Stadion Kanjuruhan.


“Biasanya ya nonton bareng di televisi. Saya mengajak menonton untuk menyenangkan anak karena selama ini jarang main akibat pandemi,” kata Elimiati sebagaimana dilansir Liputan6.com.


Niat menonton pertandingan Derbi Jawa Timur itu sudah mereka rancang sejak jauh-jauh hari. Elimiati dan suaminya yakin laga itu akan aman lantaran suporter Persebaya tidak akan hadir ke Malang.


“Saya kira ini aman, ya niat melihat Arema main saja. Pagi hari sebelum pertandingan, anak saya sempat minta potong rambut biar lebih rapi,” ucap Elimiati.


Rombongan keluarga ini berangkat bersama. Selama pertandingan berlangsung, tidak ada masalah berarti apapun di dalam stadion. Elimiati bersama suami dan anaknya bahkan sempat melakukan foto bersama di tribune Kanjuruhan.


“Masih sempat foto, ternyata itu foto kebersamaan kami untuk terakhir kalinya,” katanya lirih.

 

Awal Tragedi
Keinginan agar menonton laga derbi Jawa Timur sebagai hiburan, terjauh jauh dari harapan. Sebenarnya selama pertandingan berlangsung, penonton disuguhkan dengan permainan apik antara dua kesebelasan. Jalannya pertandingan terbilang kondusif. Ketika peluit panjang berakhirnya pertandingan ditiup wasit, seluruh pemain dan official Persebaya Surabaya langsung lari menuju loker room untuk mengamankan diri karena hasil akhir pertandingan dimenangkan dengan skor 2-3.


Salah seorang supporter fanatik Arema, Miftahur Rizki mengemukakan setidaknya ada sejumlah penyebab mengapa pendukung akhirnya menumpahkan kekecewaan di lapangan usai pertandingan berakhir.


“Pertama, karena Arema FC tidak memainkan pemain inti di laga penting seperti halnya Renshi, Gian Zola, dan Alfarizi dan terkesan memaksakan Evan Dimas untuk bermain,” katanya.


Yang kedua, kekalahan kali ini adalah terjadi di kandang Arema FC. Demikian pula yang mempecundangi adalah klub rival, yakni Persebaya. 


“Yang tidak kalah penting sebagai pemicu tragedi adalah tembakan gas air mata aparat ke tribun,” tegasnya.


Rizki menjelaskan bahwa pemicu selanjutnya adalah supporter keluar di satu titik. Apalagi pada kejadian tersebut juga disertai dengan kepanikan imbas ditembakkannya gas air mata oleh pihak keamanan.


“Saat itu terjadi penumpukan penonton sehingga saling berdesakan yang mengakibatkan sesak napas dan kekurangan oksigen,” jelas dia.


Tak lama setelah wasit Agus Fauzan meniup peluit tanda pertandingan selesai, kekacauan mulai terjadi. Begitu terjadi kekacauan, seiring banyak suporter yang masuk ke lapangan. Tak lama setelah itu aparat keamanan melepas tembakan gas air mata ke sejumlah titik termasuk tribune sektor 13.


Menurut Elimiati, saat itu suaminya langsung mengajak untuk pulang. Namun, mereka mendapati pintu Tribune 13 Kanjuruhan yang tidak bisa dilewati dengan mudah.


“Suami saya langsung mengajak pulang, ternyata pintu sektor 13 hanya terbuka sedikit. Hanya cukup untuk dilewati dua orang saja,” tuturnya.


Suasana semakin tidak terkendali ketika kepulan asap gas air mata di tribun Stadion Kanjuruhan dan membuat penonton berebut keluar menyelamatkan diri. Saling dorong agar bisa segera keluar tak terelakkan. Elimiati berjalan bersama putranya, sedangkan suaminya berjalan di depannya.


“Posisi seperti itu, kami lalu terpisah. Saya tak tahu suami saya sudah bisa keluar atau tidak. Anak saya juga entah di mana,” katanya.


Elimiati menyatakan situasi mencekam itu berlangsung selama kurang lebih 30 menit. Ia kemudian diselamatkan suporter lainnya. Setelah suasana mulai kondusif, ia kembali naik ke tribune 13 Stadion Kanjuruhan.


Di tribun itu ia berjumpa dengan adik iparnya, lalu ia meminta bantuan mencari suami dan anaknya. Awalnya, ia mendapatkan kabar jika suami dan anaknya dalam kondisi aman di tempat parkir stadion. Namun, rupanya itu hanya kalimat yang keluar agar Elimiati tidak terlalu syok. Ia dan lainnya bertahan di tribun meski harus berjuang melawan sesak nafas dengan mata dan tenggorokan terasa perih akibat gas air mata. Kondisi gerimis tanpa angin membuat asap hanya mengepul di satu titik.


Tak lama kemudian, mereka keluar stadion. Elimiati mengatakan salah seorang saudaranya meminta foto anaknya, Virdi, untuk diberikan ke polisi agar membantu mencari. Serta disebar ke grup sosial media Aremania guna memudahkan pencarian.


“Ternyata posisi anak saya ketemu dalam keadaan meninggal dunia, berada di kamar mayat RSUD Kanjuruhan. Jenasah suami saya di RS Saiful Anwar,” ujarnya.


Anaknya mengalami luka pada bagian kepala, sedangkan suaminya tak ada sedikitpun luka. Kulit kedua korban juga tak tampak seperti gosong seperti beberapa korban lainnya.


“Tak tahu apakah terinjak-injak atau sesak nafas. Tidak ada surat keterangan dari rumah sakit,” katanya.


Tragedi itu tidak akan membuatnya membenci Arema FC. Tapi ia sudah tak ingin lagi menonton pertandingan sepakbola di stadion karena truman.


“Trauma, ingat anak dan ingat suami. Saya tidak akan lagi masuk stadion. Saya harap ini diusut tuntas, ada keadilan untuk kami semua,” ujarnya.


Hingga berita ini ditulis, sejumlah pihak telah mendatangi Malang, khususnya Stadion Kanjuruhan. Bahkan Presiden Jokowi bersama sejumlah pejabat penting lainnya hadir untuk melihat dari dekat lokasi kejadian dan mengunjungi sekaligus memberikan santunan kepada keluarga korban.


Sebelumnya, Pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD sudah membentuk TGIPF atau Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi Kanjuruhan. Presiden bahkan meminta tim ini dapat secepatnya menuntaskan tugas demi memastikan siapa yang bertanggung jawab atas kejadian yang mendapat sorotan dunia tersebut.

 

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Yahya Cholil Staquf juga melakukan kunjungan dan menyantuni keluarga korban. Dirinya juga berharap semua pihak dapat mempercayakan hasil penyelidikan kejadian ini kepada tim independen yang dibentuk pemerintah.  

 

Editor: Syaifullah Ibnu Nawawi