Daerah

Berkah Kemah, Ada 'Pantai Aswaja' di Mimika Papua

Rabu, 28 Juli 2021 | 04:00 WIB

Berkah Kemah, Ada 'Pantai Aswaja' di Mimika Papua

Keterangan gambar: Peserta Kemah Shalawat di Pantai Kampung Naja, Mimika, Papua. (Foto: NUO/Istimewa)

Mimika, NU Online
Nahdlatul Ulama ibarat gerbong kereta besar yang bisa memuat berbagai macam jenis barang dan orang. Ada penumpang yang pejabat, rakyat, pengamat, yang baru tobat, penjahat, advokat, termasuk penumpang gelap, dan sebagainya.


Tentu, tatkala perusahaan memerlukan orang untuk menjadi kru kereta, harus dipilih dan didik agar memiliki sikap mental yang baik dalam melayani penumpang. Perumpamaan seperti inilah yang dilakukan sejumlah elemen di Mimika, Papua beberapa waktu berselang.


Mereka adalah Pengurus Jamaah Istighotsah, Pesantren Darussalam, Fatayat NU, dan Ahbabul Musthofa dalam menyiapkan kader jamiyah yang berkhidmat di jajaran lembaga dan organisasi struktural dan kultural.


Kegiatan membangun sikap mental itu dilaksanakan awal Juli lalu di Kampung Naja, Distrik Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Papua. Acara dikemas dalam kegiatan kemah shalawat yang disebut dengan 'Tradisiku' yang merupakan kepanjangan dari tangguh, responsif, amanah, dermawan, ikhlas, sistematis, istikamah, kreatif, dan ulet.


“Pengembangan sikap mental inilah yang akan menentukan ada tidaknya program dan berjalan tidaknya program tersebut di lembaga atau organisasi baik di struktural dan kultural,” kata Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Mimika, Ustadz Sugiarso, Selasa (27/7).


Mental tangguh, menurut Ketua Jamaah Istighotsah ini adalah tidak takut tantangan, berani mengambil tanggung jawab. Juga tidak mencari ‘kambing hitam’ ketika gagal. Namun, sadar lantaran usahanya kurang dan keliru. Demikian pula tidak takut ancaman, tidak mudah diperalat atau didikte. 


“Selain itu, selalu berpikiran terbuka serta baik sangka. Responsif berarti peka atas gejala dan gelagat, cepat melakukan analisis dan bertindak,” terangnya.


Dikemukakan bahwa prinsipnya jika bisa dikerjakan sekarang maka harus segera dilakukan. Dengan demikian tidak menunda kegiatan, menjaga komunikasi dan memiliki prioritas kegiatan.


Outbond sederhana
Teknik pengembangan mental ‘Tradisiku’ lewat kemah dikemas secara alamiah dan lewat outbond sederhana. “Ketika peserta mengikuti kemah sejak persiapan hingga pulang, sebenarnya mental tradisiku sudah ditanamkan, namun tidak disadari,” jelasnya.


Beberapa peserta merasakan berat saat hendak berangkat. Namun setelah tiba di lokasi, perasaan haru melingkupi, dan yang susah menjadi bahagia.


“Karena kemah bukan sembarang kemah, dari berat berangkat menjadi berat pulang. Apapun yang terjadi harus senang, tidak boleh sedih,” kenang Pembina Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Mimika, Hj Asmawati.


Disebutkannya bahwa selama di lokasi peserta disemangati dengan lagu ‘Di sini senang di sana senang di mana-mana hatiku senang’. Bahwa di rumah senang, maka di lokasi kemah harus senang, dan di mana-mana hati senang.


“Hal itu kami lakukan sambil bernyanyi bersama ibu-ibu sambil memodifikasi lagu anak-anak di dalam tenda saat guyuran hujan di malam hari tiada berhenti,” tutur Asmawati.


Sejak bakda Maghrib dengan diiringi guyuran hujan, shalawat dan istighotsah berkumandang dengan tetap khusyuk. Dan ada yang berbeda dari pelaksanaan kegiatan serupa saat di daratan.


“Seingat saya selama di Timika kalau baca Maulid Diba’ belum pernah total selesai, baru saya rasakan di sana. Rawi satupun tidak boleh ketinggalan lunas tuntas sampai Yaa Badratin, ditambah dengan doa,” kenangnya.


Peserta lain saat dikonfirmasi membagi pengalaman. Kali ini disampaikan Ustadz Sugianto. Bahwa saat shalawat, api unggun juga disiapkan.


“Kita bisa buat api unggun walaupun hujan. Yang penting ada kayu dan lilin. Kayu kering yang basah kena hujan tetap bisa menyala,” kata Pengurus Bidang Sarana dan Prasarana Pesantren Darussalam Mimika itu.


Ketika shalawat sedang berkumandang, datang rombongan ibu-ibu asli Papua dari Pomako. Mereka diantar nelayan setempat di tengah guyuran air hujan dan akhirnya turut menikmati api unggun dan berbaur bershalawat sambil mengelilingi api unggun.


Saat memasuki fajar, jamaah bangun dan menjalankan shalat dilanjut munajat fajar. Kala itu, air laut surut yang dimanfaatkan untuk berburu ikan.


“Ini sekali lagi menunjukkan ayat Allah, hanya dalam beberapa jam saja air laut bisa surut banyak sekali, padahal cuaca masih tetap hujan. Sangat aneh,” terang Wakil Rais Syuriyah PCNU Mimika, Ustadz H Fadlan.


Pantai Aswaja
Kegiatan Kemah Shalawat ini ternyata mendapat sambutan positif. “Rasanya tidak cukup kalau kemah hanya semalam dengan padatnya persiapan, banyaknya kegiatan, dan keindahan yang ada di sini,” kata Pengurus Bidang Wirausaha Pesantren Darussalam Mimika, Ustadz Jumar.


Kegiatan Kemah Shalawat ini dengan grup lain dirasakan oleh warga Naja yang disampaikan H Tahir Rumagesan, selaku tokoh masyarakat setempat.


Dirinya bersama sejumlah warga memantau saat malam dan sudah sepi, namun aman. Saat hampir fajar, warga sudah mendengar suara lantunan munajat dan suara orang bercerita tentang wudhu di laut yang airnya surut.


“Kejadian itu membuat teman kami heran, kok pagi buta sudah bangun dan berdoa. Saya katakan mereka beda dengan lainnya karena sudah terbiasa bangun sebelum fajar di pagi pagi buta,” ungkap H Tahir.


Selanjutnya, tanpa disangka saat peserta sedang berbicara tentang prosesi kegiatan kemah, H Tahir langsung menyampaikan. Bahwa lokasi yang dijadikan kemah akan disebut dengan Pantai Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).


“Mulai saat ini, tempat ini kami namakan Pantai Aswaja. Dengan harapan Islam Aswaja bisa berkembang di tempat ini,” ungkapnya yang disambut amin peserta kemah.


Lebih lanjut disampaikan bahwa dirinya berharap putra dan putri warga Naja ada yang mau sekolah dan mondok di Mimika. Dan hal tersebut tentu saja disambut bangga peserta kemah.


“Kami akan berikan beasiswa kepada yang benar benar punya niat kuat. Semoga juga TPQ atau mushala bisa kita hadirkan bersama-sama di sini,” pungkas Ustadz Sugiarso.


Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Musthofa Asrori