Daerah

Diskusi 'Memeluk Erat Papua' PMII UNJ Kuatkan Kebersamaan dengan Warga Papua

Senin, 23 September 2019 | 03:45 WIB

Diskusi 'Memeluk Erat Papua' PMII UNJ Kuatkan Kebersamaan dengan Warga Papua

Diskusi 'Memeluk Erat Papua' PMII UNJ (Foto: NU Online/Aziz Askhari)

Jakarta, NU Online
Kita sama-sama merangkul dan memeluk Papua agar mereka tidak merasa dibedakan dan disingkirkan dari NKRI ini. Kita harus menjaga semangat kebhinekaan untuk saudara-saudar di Papua karena Papua adalah Indonesia.
 
Pimpinan Lembaga Al-Mahabbah Foundation yang juga merupakan pegiat media sosial, Khairi Fuady dalam diskusi Memeluk Erat Papua.
 
Diskusi diadakan oleh Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UNJ, Jumat (20/9) di Kedai Kopi Kafein Kampus A Universitas Negeri Jakarta. Diskusi juga menghadirkan narasumber Satrio Priyo Utomo (Sejarawan Muda), Ludia Maryen (Miss Papua 2018), Moh Nasir Tokomadoran (Tokoh Papua).
 
Dalam acara ini hadiri puluhan peserta dari berbagai kalangan seperti mahasiswa UNJ, aktivis, dan perwakilan media. Selain itu, acara ini juga dihadiri oleh beberapa mahasiswa afirmasi asal Papua.
 
Satrio, seorang sejarawan alumnus magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, memaparkan bagaimana isu disintegritas Papua hari ini dalam perspektif sejarah.
 
"Saya kurang sepakat dengan statement untuk membawa Papua dalam diskusi referendum. Negara Republik tidak didirikan dengan referendum," kata Satrio.
 
Ia juga mengupas habis bagaimana proses Papua bisa masuk ke dalam pelukan NKRI sampai hari ini, serta dinamika politik dan ekonomi yang turut menyertainya.
 
"Papua itu tidak butuh uang, tetapi Papua butuh kasih sayang. Kita sebagai generasi milenial harus bijak dalam memilah informasi agar tidak menimbulkan perpecahan antar ras, suku, budaya, maupun agama," tutupnya.
 
Miss Papua tahun 2018 yang juga Miss Persahabatan Indonesia tahun 2018. Ludia membagikan pengalaman menariknya sebagai seorang Miss Papua baik ketika berkegiatan di dalam negeri maupun diluar negeri. Ia mengaku, dalam beberapa kesempatan mendapatkan perlakuan rasial dalam bentuk psikis.
 
"Saya adalah perempuan Papua yang sedang berproses, saya membalasnya dengan tindakan dibuktikan dengan berprestasi. Apabila kita mengalami rasisme, tunjukan dengan prestasi bukan dengan berdiam diri," ujar Ludia.
 
Ludia mengaku, ia tetap mencintai Indonesia dengan beraneka ragam suku dan budaya nya. Ia berharap kasus yang belakangan menyoroti masyarakat Papua bisa segera terselesaikan dan bangsa ini kembali hidup saling bergandengan.
 
"Saya sebagai masyarakat Papua menuntut keadilan dalam konflik ini agar dapat terselesaikan," tambahnya.

Di penhujung acara, peserta diskusi mengikrarkan sebuah deklarasi perdamaian yang mengutuk segala tindak provokasi terhadap kehidupan bernegara di Indonesia. Deklarasi ini dipimpin oleh Polymandersen, seorang mahasiswa afirmasi UNJ asal Papua.
 
Berikuti poin-poin dalam deklarasi perdamaian tersebut 
 
Kami pemuda dan pemudi Papua siap menjaga keutuhan NKRI dari Sabang sampai Merauke
 
Kami akan bergandeng komitmen untuk menjunjung Bhinneka Tunggal Ika di tanah Papua dan seluruh pulau didalam NKRI
 
Kami menghimbau semua masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi baik oleh oknum yang ingin memecah belah tanah air.
 
Kontributor: Aziz Askhari
Editor: Kendi Setiawan