Daerah

Harapan Pemuda NU Jelang Konferwil PWNU DKI Jakarta

Jumat, 5 Maret 2021 | 11:00 WIB

Harapan Pemuda NU Jelang Konferwil PWNU DKI Jakarta

Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta H Saiful Rahmat Dasuki mengidealkan Ketua PWNU DKI Jakarta adalah kader murni yang terseleksi dengan internalisasi yang ditempuh seorang kader di jam'iyah NU secara tuntas. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Menjelang Konferensi Wilayah (Konferwil) PWNU DKI Jakarta yang diagendakan 2 April 2021, Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta H Saiful Rahmat Dasuki membayangkan calon pemimpin NU DKI Jakarta ke depan. Ia menyebutkan beberapa karakter ideal yang mesti dimiliki calon pemimpin di lingkungan PWNU DKI Jakarta. 

 

Ji Pul, sapaan akrabnya menjelaskan ada empat hal penting yang harus dimiliki calon ketua PWNU DKI Jakarta, yaitu kader murni yang lahir dari NU, munazhim, muharrik, dan mutamawwil.

 

Ketua PWNU harus dipimpin oleh kader murni, artinya yang memang terseleksi secara alami dengan proses internalisasi yang ditempuh seorang kader di jam’iyah NU secara tuntas. Dengan begitu, akan lahir personal pemimpin yang betul-betul berjuang untuk membesarkan NU dan merawatnya.

 

"Bukan personal yang bermimpi menjadi ketua NU hanya untuk kepentingan pribadi mengejar kekuasaan ataupun jabatan-jabatan publik lainnya. Hal ini berkaca dari pengalaman ditahun sebelum-sebelumnya," kata Ji Pul, Jumat (5/3).

 

Kedua, harus seorang munazhim atau ahli organisasi. Bagaimanapun juga, kata Ji Pul, NU adalah organisasi besar, yang bergerak di bidang keagamaan sehingga harus berlatar belakang santri dan keilmuan agama yang mumpuni.

 

Ketiga, calon pemimpin NU DKI Jakarta harus memiliki sifat muharrik, seorang penggerak. "PWNU membutuhkan pemimpin yang mampu membangkitkan semangat pergerakan kepada para pengurus yang lain," ujar Ji Pul.

 

Menurutnya, pemimpin NU DKI Jakarta ke depan mesti ahli terutama di bidang ilmu agama dan profesional yang tidak menjadikan NU hanya sebatas batu pijakan kepentingan pribadi. Kemampuan ini sangat mendukung penataan organisasi. Kendati demikian, ia harus memiliki karakter kewara’an dan berakhlak mulia.

 

"NU adalah organisasi ulama. Karenanya pengurus NU mesti memiliki akhlak ulama, yang tidak punya rekam jejak masa lalu yang buruk," imbuhnya.

 

Terakhir, mutamawwil atau orang yang memiliki harta, karena masalah klasik dalam melaksanakan program dan kegiatan-kegiatan NU biasanya terbentur dana. "Kalau tidak, ia memiliki alternatif lain dalam mendanai gerakan organisasi," tutupnya.

 

Kontributor: Yudhi  Permana
Editor: Kendi Setiawan