Daerah

Upacara HUT RI, Kenang Kontribusi Pesantren Perjuangkan Kemerdekaan

Ahad, 18 Agustus 2024 | 10:30 WIB

Upacara HUT RI, Kenang Kontribusi Pesantren Perjuangkan Kemerdekaan

Pelaksanaan upacara HUT Ke-79 Kemerdekaan RI di Pondok Pesantren Abu Dzarin, Bojonegoro Jawa Timur, Sabtu (17/8/2024) (Foto: Pesantren Abu Dzarin)

Bojonegoro, NU Online
Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Abu Dzarin KH M Na'imuddin Dimyati mengatakan bahwa sudah semestinya para santri, para murid, maupun masyarakat umum turut andil menghormati hari kemerdekaan dengan mengikuti upacara.

 

"Ini hari sakral, sudah seyogianya kita hormati dengan turut menyemarakkan upacara ini," kata KH M Na'imuddin Dimyati saat ditemui NU Online usai penyelenggaraan upacara Hari Ulang Tahun Ke-79 Kemerdekaan Indonesia pada Sabtu (17/8/2024).

 

Memperingati HUT Kemerdekaan memang berbagai instansi dan lembaga, baik dari nasional, daerah, maupun pelosok desa serentak menggelar upacara. Di antara banyak lembaga, Pondok Pesantren Abu Dzarin, Kendal, Dander, Bojonegoro adalah yang turut menggelarnya. 

 

Bagi Gus Im, panggilan akrabnya, selain sebagai penghormatan hari kemerdekaan dan upaya mengingat jasa para pahlawan, upacara ini diharapnya mampu menumbuhkan jiwa nasionalisme para santri. Selain itu juga untuk mengenang sejarah bahwa pesantren juga turut berkontribusi dalam mewujudkan kemerdekaan.

 

"Bagaimanapun, di masa lalu santri dan pesantren turut berkontribusi dalam sejarah kemerdekaan RI, NKRI harga mati," tuturnya.

 

Kontribusi pesantren dalam kemerdekaan
Sebagaimana Gus Im yang mengimbau para santrinya turut melaksanakan upacara sebagai upaya untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme. Para santri di zaman dulu, oleh kiainya juga dididik untuk selalu mencintai tanah airnya.

 

Mengutip tulisan KH Ahmad Mustofa Bisri dalam buku Seribu Wajah Pesantren menyebutkan: Para santri juga dididik mencintai tanah air mereka. Hubbul wathan minal īmān. Cinta tanah air adalah bagian dari iman, merupakan slogan di kalangan kiai dan pesantren tempo doeloe," tulis Gus Mus.

 

Dalam kolom itu Gus Mus menjelaskan bahwa pada zaman penjajahan, banyak kiai yang menjadikan pesantrennya sebagai markas perlawanan terhadap penjajah. Banyak kiai yang gugur dan menjadi penghuni penjara pemerintah kolonialis dalam rangka membela Tanah Air.

 

Dengan berbagai dalil 'kitab kuning', tulis Gus Mus, para kiai mengobarkan semangat rakyat melawan penjajah. Fatwa jihad melawan penjajah oleh Kiai Hasyim Asy'ari dari Tebuireng, Jombang, misalnya, telah mengobarkan semangat arek-arek Jawa Timur untuk melawan sekutu di Surabaya. Kiai Subki dari Parakan, Temanggung, dengan bambu runcingnya yang terkenal itu, menggembleng mental pejuang-pejuang kemerdekaan. Kiai Baidlowi dari Lasem mengutus beberapa santrinya untuk memata-matai Belanda yang konon mendarat di daerah Sayung. Maka tidak mengherankan bila beberapa kiai yang ketahuan kemudian diangkat menjadi pahlawan nasional. 

 

Selain tulisan Gus Mus, banyak sekali literatur yang menyebut kontribusi dan peran pesantren dalam sejarah perjalanan kemerdekaan Indonesia. Itu semua cukup menjadikan bukti bahwa kiai, pesantren dan santri memang menjadi pelopor kemerdekaan Indonesia. Orang-orang pesantren memiliki jejak jiwa patriotisme dan semangat keindonesiaan yang tinggi.

 

Kontributor: Husnul Khotimah