Fragmen

Sejarah Kongres GP Ansor dari Masa ke Masa

Jumat, 9 Februari 2024 | 09:00 WIB

Sejarah Kongres GP Ansor dari Masa ke Masa

Logo Gerakan Pemuda Ansor. (Foto: NU Online)

Sejak resmi berdiri pada tahun 1934 hingga gelaran Kongres tahun 2024, ternyata Ansor telah menyelenggarakan lebih dari dua puluh kali Kongres. Lima kali saat bernama Ansoru Nahdlatil Oelama (ANO) dan enam belas kali setelah berganti nama menjadi GP Ansor di tahun 1949.


Berikut rangkuman Kongres ANO dan GP Ansor berdasarkan alur waktu serta beberapa keputusan penting yang dihasilkan:


1. Kongres I ANO (Surabaya, 1936)

Ansor didirikan pada 24 April 1934 atau 10 Muharram 1353 H, bertepatan dengan Muktamar IX Nahdlatul Ulama (NU) di Banyuwangi. ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H M Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Ubaid; Sekretaris H Achmad Barawi dan Abdus Salam.


Aboebakar Atjeh dalam buku Sejarah Hidup KH A Wahid Hasjim (1958), mencatat nama Ansor ini diberikan oleh Rais Akbar PBNU KH Hasyim Asy’ari atas istikharahnya.


Setelah dua tahun berdiri, ANO menyelenggarakan Konferensi (Kongres) I di Surabaya. Kongres pertama ini masih bersifat konsolidasi, dengan kehadiran beberapa cabang baru. Adapun keputusan Kongres di antaranya untuk posisi masih tetap diemban oleh Thohir Bakri. Kemudian juga dibahas mengenai seragam.


2. Kongres II ANO (Malang, 1937)

Menyambut Kongres (Muktamar) XII NU di Malang, ANO terlebih dahulu menyelenggarakan Kongres II di tempat yang sama. Acara tersebut dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan seperti pencak, olahraga, sulap dan lain sebagainya. Beberapa Keputusan penting yakni dibentuknya Barisan ANO yang menjadi cikal bakal Banser. Kemudian juga penyempurnaan Anggaran Rumah Tangga ANO.


3. Kongres III ANO (Kudus, 1938)

Keputusan yang dihasilkan dari Kongres III ini antara lain disahkan Mars Al-iqdam sebagai Mars ANO. Kemudian instruksi pendirian BANOE di setiap cabang, mengaktifkan Pendidikan jasmani dan baris berbaris. Kemudian mengusahakan berdirinya taman bacaan di setiap cabang dan lain sebagainya.


4. Kongres IV ANO (Magelang, 1939)

Sebelum mengalami masa vakum akibat suasana darurat Perang Dunia II, ANO dua kali menyelenggarakan Kongres bersamaan Muktamar NU, yakni Kongres di Magelang (1939) dan Surabaya (1940).


Kongres ANO IV rencananya dilaksanakan di Madura (Pemekasan), oleh Muktamar ke-13 NU di Menes, agar digabung dengan Muktamar NU ke-14 di Magelang (15-21 Juli 1939).


Kongres di Magelang ini, menurut Khoirul Anam dalam buku Gerak Langkah Pemuda Ansor (1990), menjadi batas akhir perselisihan antara ANO dan Sebagian pengurus NU, khususnya terkait seragam dan pemakaian alat musik, yang sebelumnya dianggap haram karena menyerupai orang kafir.


5. Kongres IV ANO (Surabaya, 1940)

KH Saifuddin Zuhri dalam buku Berangkat dari Pesantren (2013) menjadi saksi pada pelaksanaan Kongres terakhir di masa Hindia Belanda ini. Dia mencatat, saat itu, tengah diberlakukan keadaan darurat perang. Rapat-rapat dibatasi, aksi politik dalam pengawasan ketat. Rapat umum Kongres dipimpin oleh KH Thohir Bakri (Ketua PB ANO) Bersama KH Zainul Arifin dan KH Mahfudz Shiddiq (Ketua HBNO).


Selang beberapa bulan setelah memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, ujian mesti kembali dihadapi oleh bangsa Indonesia, dengan datangnya Belanda bersama Sekutu yang hendak menancapkan kembali kuku kolonialisme. Semangat untuk mempertahankan kemerdekaan mesti diupayakan dengan cara apapun, termasuk perjuangan fisik.


NU diakitifeer; para pemuda Ansor NU bergabung ke dalam Hizbullah dan Sabilillah. Para ulama sepuh juga tak mau ketinggalan, mereka membentuk Barisan Kiai. Sementara para ibu, yang tergabung dalam Muslimat ikut turun ke gelanggang perjuangan dengan berjuang di garis belakang sebagai petugas dapur umum, palang merah, mengumpulkan pakaian, memberi penerangan dan menghidupkan semangat perjuangan.


Usaha perjuangan tersebut tidak sia-sia, pada tahun 1949, setelah melalui beberapa proses perundingan dan perjuangan fisik, Republik Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan secara utuh dan menyeluruh, dari dunia internasional.


Tahun 1949 itu juga menandai aktifnya kembali organisasi pemuda NU. Pada tanggal 14 Desember 1949, terselenggara pertemuan (reuni) yang diikuti pemuda NU (alumni ANO) dari seluruh Indonesiai kantor PB ANO Jl. Bubutan VI/2 Surabaya.


Pertemuan bersejarah itu dihadiri oleh menteri agama RIS, KH A Wahid Hasyim. Kiai Wahid Hasyim mengemukakan pentingnya membangun kembali organisasi Pemuda Ansor karena dua hal: (1) Untuk membentengi perjuangan umat Islam Indonesia; (2) Untuk mempersiapkan dirisebagai kader penerus NU.


Hasil dari pertemuan tersebut yakni diputuskan untuk membentuk organisasi badan otonom NU bernama Gerakan Pemuda (GP) Ansor dengan Surabaya sebagai kantor pusatnya. Kemudian, pada perkembangannya, A Chamid Widjaja dipilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor.


1. Kongres I GP Ansor (Surabaya, 1951)

Pada tahun 1951 diadakan kongres pertama di Surabaya. Berbagai masalah, baik yang menyangkut AD/ART, program kerja maupun arah kegiatan serta target yang ingin dicapai, berhasil dirumuskan. Lebih dari itu, kongres juga berhasil menyusun Risalah Ansor I dan II (berisi riwayat singkat organisasi), membuat tuntunan Kepanduan Ansor, dan memilih kembali Chamid Widjaja sebagai Ketua Umum PP GP Ansor periode dua tahun mendatang.


2. Kongres II GP Ansor (Surabaya, 1952/1953)

Erwien Kusuma dalam buku Yang Muda yang Berkiprah (2012) menuliskan Kongres II GP Ansor dihelat di Bandung pada kisaran tahun 1952-1953. Kongres ini memilih kembali Chamid Widjaja menjadi Ketua Umum PP GP Ansor.


3. Kongres III GP Ansor (Jakarta, 1954)

Kongres ini menandai awal kepemimpinan Imron Rosjadi sebagai Ketua Umum PP GP Ansor. Pada masa ini, NU yang kala itu menjelma menjadi partai, tengah bersiap menghadapi Pemilu 1955. Begitu pula GP Ansor, sebagai salah satu badan otonom NU, juga turut serta cancut tali wanda. Chamid Widjaja dan Imron Rosjadi kemudian ikut terpilih menjadi Anggota Konstituante RI.


4. Kongres IV GP Ansor (Malang, 1956)

Kongres GP Ansor mulai menjadi agenda rutin yang diselenggarakan setiap 2-3 tahun sekali. NU yang tampil menjadi tiga besar dalam Pemilu 1955, keberadaannya semakin diperhitungkan. Untuk kedua kalinya, Imron Rosjadi terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor. Ia dibantu Wahib Wahab (Ketua I), Hasbullah Chalid (Ketua II), dan MZ  Al Fattah (Sekretaris Umum).


5. Kongres V GP Ansor (Solo, 1959)

Kongres ini diadakan beberapa bulan setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Imron Rosjadi Kembali terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor. Ia dibantu Wahib Wahab (Ketua I), Jusuf Hasjim (Ketua II), Aminuddin Aziz (Ketua III), dan Chalid Mawardi (Sekretaris Umum).


6. Kongres VI GP Ansor (Surabaya, 1963)

Harian Duta Masjarakat memuat pemberitaan Kongres yang dihelat 20-25 Juli 1963 ini. Dimulai dengan memasang kalimat pemberitahuan dengan huruf berukuran besar, di halaman pertama edisi Sabtu, 20 Juli 1963: Dimulai Hari ini di Surabaja, Kongres ke VI Gerakan Pemuda Ansor.


Sedangkan edisi 27 Juli 1963, memberitakan penutupan Kongres. Tercatat, Ketua Umum A Chamid Widjaja dalam pidatonya menegaskan tujuan perjuangan GP Ansor tidak berubah, yakni membela agama, Pancasila, dan berjuang di atas haluan Manifesto Politik.


Beberapa hal yang diputuskan dalam sidang, antara lain terkait isu konfrontasi dengan Malaysia, di mana GP Ansor mendukung penuh Bung Karno dalam konfrontasi dan penyelesaian revolusi nasional. 


7. Kongres VII GP Ansor (Jakarta, 1967)

Kongres digelar dua tahun setelah peristiwa Gestok. Kongres VII GP Ansor berlangsung di Jakarta, 23-28 Oktober 1967. hadir dalam kongres tersebut sejumlah utusan dari 26 wilayah (Propinsi) dan 252 Cabang (Kabupaten) se-Indonesia. Yahya Ubaid terpilih menjadi Ketua Umum dalam Kongres ini. 


Kongres VII merupakan momen paling tepat untuk menjawab segala persoalan yang timbul di kalangan Ansor. Karena itu, pembahasan dalam kongres akhirnya dikelompokkan menjadi tiga tema pokok: (1) penyempurnaan organisasi; (2) program perjuangan gerakan; dan (3) penegasan politik gerakan.


Meski terlihat meyakinkan, namun ternyata dinamika sosial politik di Indonesia, pada perkembangannya tidak berpihak pada NU. Terlebih setelah Pemilu 1971, di masa Pemerintah Orde Baru, orang seakan takut mengaku sebagai NU, pun demikian Ansor. Alhasil, Ansor di masa ini mengalami banyak kemunduran, baik sebagai organisasi maupun gerakan. Banyak Cabang yang vakum atau bahkan mati tidak ada lagi aktivitas.


Idealnya, Kongres diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Namun, karena kondisi yang disebutkan di atas, sampai dengan tahun 1980, hanya diselenggarakan Konferensi Besar (Konbes) pada tahun 1969 dan 1979.


8. Kongres VIII GP Ansor (Surabaya, 1980)

Idealnya, Kongres diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Namun, karena kondisi yang disebutkan di atas, hanya diselenggarakan Konferensi Besar (Konbes) pada tahun 1969 dan 1979. Sampai akhirnya pada tahun 1980, Kongres VIII GP Ansor digelar di Jakarta.

 

Chalid Mawardi dipilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor. Kongres ini juga menjadi yang terakhir dihadiri oleh Rais Aam PBNU KH Bisri Syansuri. Kiai Bisri wafat, hanya berselang lima hari setelah ia menghadiri penutupan Kongres.


9. Kongres IX GP Ansor (Bandar Lampung, 1985)

Kongres pasca-asas tunggal ini menghasilkan beberapa keputusan penting, baik yang menyangkut program kerja, penyempurnaan AD/ART (penetapan pancasila sebagai asas organisasi) dan pokok-pokok pikiran tentang ideologi, pemilihan umum, pendidikan dan kepemudaan berhasil dirumuskan. Slamet Effendi Yusuf yang sebelumnya Wakil Sekjen terpilih sebagai Ketua Umum.


10. Kongres X GP Ansor (Ujung Pandang, 1990)

Pada Kongres ini Slamet Effendi Yusuf kembali terpilih sebagai Ketua Umum PP GP Ansor.


11. Kongres XI GP Ansor (Palembang, 1995)

Pada Kongres ini M Iqbal Assegaf terpilih sebagai Ketua Umum PP GP Ansor 1995-2000. Namun, sebelum purna jabatan, Iqbal meninggal dunia pada 13 Februari 1999. Jabatan sementara Ketua Umum dimandatkan kepada Saifullah Yusuf, hingga terselenggaranya Kongres XII.


12. Kongres XII GP Ansor (Boyolali, 2000)

Acara diselenggarakan di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah. Kongres di masa Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini diikuti 345 Pimpinan Cabang dan 26 Pimpinan Wilayah. Kongres menghasilkan beberapa keputusan, antara lain memilih Saifullah Yusuf (sebelumnya Pjs Ketum) menjadi Ketua Umum PP GP Ansor 2000-2005.


13. Kongres XIII GP Ansor (Jakarta, 2005)

Kongres kali ini Kembali digelar di kompleks Asrama Haji, namun tak lagi di Boyolali, tetapi di Jakarta. Saifullah Yusuf terpilih Kembali menjadi Ketua Umum PP GP Ansor 2005-2010.


14. Kongres XIV GP Ansor (Surabaya, 2011)

Warta NU Online, Kamis 6 Januari 2011 memberitakan Setelah ditunda beberapa kali, pelaksanaan Kongres ke-XIV Gerakan Pemuda (GP) Ansor akhirnya dipastikan digelar di Asrama Haji Sukolilo Surabaya pada 13-17 Januari 2011.


Kongres XIV berjalan cukup hangat. Dari 10 Kontestan yang mengikuti sebagai kandidat ketua umum, terpilih Nusron Wahid yang meraih suara mutlak dalam putaran kedua, sebanyak 345 suara. Dari hasil tersebut, Nusron Wahid terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor 2011-2015.


15. Kongres XV GP Ansor (Sleman, 2015)

Yaqut Cholil Qoumas terpilih menjadi Ketua Umum GP Ansor, pada Kongres XV GP Ansor di Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, Yogyakarta, yang berakhir Jumat (27/11/2015). Gus Yaqut mengantongi mayoritas suara. Dari 31 Pimpinan Wilayah (PW) GP Ansor, sebanyak 30 PW merekomendasikannya. Sedangkan, dari total 376 PC Ansor se-Indonesia, sebanyak 361 PC sepakat memilihnya.


Masa kepengurusan dari hasil Kongres ini idealnya berakhir di tahun 2020. Namun, karena situasi pandemi Covid-19 dan lainnya, diperpanjang hingga tahun 2024, baru diselenggarakan Kongres XVI.


16. Kongres XVI GP Ansor (KM Kelud, 2024)

Di awal Februari 2024 ini, dihelat Kongres XVI Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Kongres kali ini cukup unik karena digelar di Kapal Pelni KM Kelud. Kapal ini akan berlayar dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menuju Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah.


Kongres yang diselenggarakan di awal Abad kedua NU ini, mengusung tema ‘GP Ansor: Peta Jalan Nahdlatul Ulama (NU) Masa Depan’. Dengan tema tersebut, GP Ansor ingin memperkuat posisinya di kancah peradaban.


Ketua Panitia Kongres XVI GP Ansor 2024 Addin Jauharuddin menerangkan tema ini menggambarkan sebuah peta jalan yang mengarah pada pembangunan spiritual, sosial, dan kebangsaan. “Menjadikan GP Ansor sebagai garda terdepan dalam menjaga identitas keislaman dan kebangsaan Indonesia,” kata dia.


Dalam Kongres XVI GP Ansor, Addin Jauharuddin terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum PP GP Ansor masa khidmat 2024-2029.


Ajie Najmuddin, penulis buku Menjelang Satu Abad NU