Internasional

Hadapi Covid-19 dengan Taati Kebijakan Pemerintah

Senin, 23 Maret 2020 | 13:00 WIB

Jakarta, NU Online
Jaringan media Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Sedunia menggelar galawicara dengan tema Penanganan Covid-19: Belajar dari China, Iran, dan Inggris pada Ahad (22/3) malam WIB.
 
Ada satu benang merah dari diskusi yang berlangsung sekitar satu jam melalui Aplikasi Zoom itu, yakni masyarakat harus menghadapi virus tersebut dengan menaati kebijakan pemerintah.
 
Pasalnya, keberhasilan China dalam menghadapi virus yang teridentifikasi pertama di wilayahnya itu karena ditunjang dengan ketertiban masyarakatnya untuk menaati kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahnya, yakni berdiam diri di rumah.
 
Ahmad Syaifuddin Zuhri, Wakil Rais Syuriyah PCINU China, menyampaikan bahwa sudah tidak ada lagi kasus baru di Wuhan, Hubei, China, tempat tinggalnya. Hal itu ditengarai karena ketaatan masyarakatnya akan kebijakan pemerintah untuk mengarantina diri di rumah (lockdown).
 
"Di Wuhan, warga dengan sadar menaati peraturan pemerintah dan tidak saling menyalahkan," kata kandidat doktor di Central China Normal University, Wuhan, Hubei, China itu.
 
Kesadaran warga bahwa virus Corona adalah ancaman bersama, menurutnya, mendorong mereka untuk menaati imbauan-imbauan pemerintah dalam upaya bersatu melawan Corona.
 
Pemerintah China, lanjutnya, mengirimkan logistik ke para penduduk. "Semua logistik akan dipenuhi oleh pemerintah, disuplai militer, didrop di apartemen," ujarnya.
 
Di samping itu, aparat keamanan menindak tegas sesiapa yang melanggar aturan tersebut. Bahkan, ancaman pidana menghantui mereka yang hendak melanggar sehingga membuat mereka enggan melakukan hal yang dilarang tersebut.
 
Setelah dua bulan lalu mulai dikarantina di rumah, Zuhri mengungkapkan bahwa masyarakat Wuhan sudah hendak menemui kemenangannya melawan virus yang kini telah menyebar ke seantero dunia itu. "Hari ini tepat dua bulan setelah lockdown peperangan menuju kemenangan," katanya.
 
Sementara itu, berbeda dengan China, Inggris tidak memberlakukan karantina total terhadap warganya yang sangat multikultural. Hal tersebut disampaikan oleh Rais Syuriyah PCINU Inggris Didik S Wiyono. "Susah menerapkan nggak boleh keluar," katanya dalam diskusi tersebut.
 
Dalam menerapkan kebijakannya, jelas Didik, pemerintah Inggris mendasarinya atas  individualisme rasional. Artinya, kebijakan yang diterapkan haruslah tidak membuat setiap individu merasa rugi. "Orang yang mengikuti skema itu tidak akan rugi," ujarnya.
 
Sebab, orang Inggris itu, menurutnya, ngeyel sehingga jika diperintah pasti bertanya 'Why?', meminta rasionalisasi pandangan atas kebijakan yang diterapkan tersebut hingga mendapatkan hasil positif.
 
Karenanya, ia meminta kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan yang rasional bagi setiap individu masyarakatnya. "Pemerintah memberikan solusi yang individually rasional, semua pihak yang mengikuti pemerintah tidak dirugikan," katanya.
 
Tentu keputusan tersebut sudah menjadi satu pilihan di antara pilihan lain. Pemerintah, menurutnya, pasti sudah membuat hitung-hitungan, menentukan banyak rencana. Hanya saja, katanya, yang dimunculkan sebagian kecil saja agar tidak menimbulkan kegaduhan.
 
Dari banyak pilihan itulah, lanjutnya, pemerintah akan mengambil mana yang paling optimal secara sosial untuk menjadi kebijakan.
 
Oleh karena itu, ia mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat menaati kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah dalam menghadai Covid-19 ini. "Ikuti mekanisme yang dilakukan pemerintah," tegas pakar artificial intellegence itu.

Berkebalikan dari China, masyarakat Iran justru menjalani liburan ketika semua kegiatan sekolah dan kantor pemerintah diberhentikan. Nahdliyin Iran Purkon Hidayat menyampaikan bahwa hal tersebut menimbulkan lonjakan korban.
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan