Internasional

Maroko Tolak Normalisasi Hubungan dengan Israel

Senin, 24 Agustus 2020 | 06:30 WIB

Maroko Tolak Normalisasi Hubungan dengan Israel

Peta wilayah Palestina dan Israel dari tahun ke tahun.

Rabat, NU Online
Perdana Menteri Maroko Saad Dien El-Otmani menolak untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Israel pada Ahad (23/8) waktu setempat. Menurutnya, normalisasi hubungan dengan Israel akan membuat negeri Zion itu semakin semena-mena terhadap rakyat Palestina.


“Kami menolak segala bentuk normalisasi dengan entitas Zionis karena itu (normalisasi) membuatnya berani untuk semakin berani melanggar hak-hak rakyat Palestina, kata El-Otmani, seperti diberitakan Reuters, Senin (24/8).


Pernyataan tersebut dikeluarkan El-Otmani menjelang kedatangan penasihat senior yang juga menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner, dan juga setelah Uni Emirat Arab (UEA) membuat kesepakatan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

 

Dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel, posisi Maroko secara resmi adalah mendukung solusi dua negara dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina.


Sebagai informasi, Maroko dan Israel memulai hubungan tingkat rendah pada 1993, setelah perjanjian damai Palestina dan Israel dicapai. Akan tetapi, Maroko kemudian menangguhkan hubungan dengan Israel setelah maraknya pemberontakan Palestina pada 2000.


Sebelumnya, UEA dan Israel mencapai kesepakatan untuk menormalisasi hubungan pada Kamis (3/8) lalu. Kesepakatan yang disebut dengan 'Kesepakatan Abraham' itu diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang juga sebagai penengahnya. Dengan demikian, UEA menjadi negara Arab ketiga yang mencapai kesepakatan seperti itu, setelah Yordania (1994) dan Mesir (1979).


Menteri Luar Negeri UEA, Anwar Gargash, membela kesepakatan tersebut. Menurutnya, keputusan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed al-Nayan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel mencerminkan 'realisme yang sangat dibutuhkan'. Yaitu, menghilangkan momok akan pencaplokan tanah Palestina. 


Di samping itu, Gargash menyebut kalau itu merupakan langkah berani untuk mengamankan solusi untuk Palestina dan Israel yang sudah berkonflik puluhan tahun. "Sementara keputusan perdamaian pada dasarnya tetap merupakan keputusan Palestina-Israel," jelasnya.


Gargash mengklaim, sejumlah negara-negara Islam di Timur Tengah dan Afrika akan mulai menjajaki hubungan dengan Israel. “Ada beberapa negara Arab yang berada pada skala ini dalam tahapan yang berbeda," katanya.


Otoritas Palestina menolak dan mengecam kesepakatan damai antara UEA dan Israel. Mereka menganggap kesepakatan sebagai sebuah pengkhianatan terhadap Yerusalem, Masjid Al-Aqsa, dan perjuangan Palestina.


"Kesepakatan ini merupakan pengakuan de facto atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel," demikian pernyataan Otoritas Palestina yang disampaikan juru bicara Presiden Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeinah, seperti diberitakan kantor berita Palestina, WAFA, Kamis (13/8).


Otoritas Palestina mendesak UEA agar segera menarik diri dari ‘kesepakatan yang memalukan’ itu. Palestina juga memperingatkan agar negara-negara Arab lainnya tidak tunduk dengan Amerika Serikat (AS) dan mengikuti jejak UEA.


Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad