Internasional

PBNU: Aturan Saudi soal Visa Haji Sahih secara Syariat dan Akal Sehat

Rabu, 29 Mei 2024 | 15:30 WIB

PBNU: Aturan Saudi soal Visa Haji Sahih secara Syariat dan Akal Sehat

Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir (Foto: Alhafiz Kurniawan/NU Online)

Makkah, NU Online
Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir menanggapi kebijakan Kerajaan Arab Saudi (KSA) terkait keharusan visa haji bagi mereka yang ingin melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci. Kebijakan KSA tidak lepas dari pertimbangan syariat, akal sehat, dan kebutuhan objektif. 


Kiai Afif mengatakan, kebijakan KSA merupakan titik temu antara animo Muslim untuk berhaji dan keterbatasan ruang atau area manasik haji. Kebijakan KSA diambil berdasarkan pertimbangan dan kemaslahatan bagi keselamatan dan kenyamanan pelaksanaan ibadah haji.


Kiai Afif mengatakan, kebijakan KSA mesti dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa tempat-tempat pelaksanaan manasik haji terlalu sempit dibandingkan dengan jumlah umat Islam yang berminat melaksanakan ibadah haji.


“Sekiranya pembatasan itu tidak dilakukan akan terjadi crowded dan keruwetan luar biasa yang potensial mengganggu keamanan dan perlindungan terhadap jiwa dan harta jamaah haji itu sendiri,” kata Kiai Afif kepada NU Online melalui sambungan telpon, Rabu (29/5/2024) pagi.


Kiai Afif mengajak semua umat Islam terutama jamaah asal Indonesia untuk menaati kebijakan KSA terkait keharusan visa haji yang berlaku di musim haji. Kebijakan KSA dapat dibenarkan secara syariat (syar’an) dan akal sehat (aqlan).


“Peraturan dan ketentuan yang dibuat oleh pemerintah Saudi termasuk di dalamnya yang melarang haji tanpa visa haji adalah benar dan sah menurut syariat dan akal sehat. Oleh karena itu wajib ditaati oleh semua pihak,” kata Kiai Afif.


Sebagaimana diketahui, Kementerian Dalam Negeri KSA mengumumkan denda yang besar bagi jamaah ilegal yang tidak memiliki visa haji selama musim haji berlangsung. Denda yang ditetapkan sebesar 10 ribu Riyal atau setara dengan Rp.42,8 juta.


Seseorang cukup dianggap melanggar peraturan Kementerian Dalam Negeri KSA ketika kedapatan berada terutama di area haji selama musim haji berlangsung, yaitu mulai 25 Dzulqa’dah 1445 H/6 Juni 2024 M hingga 14 Dzulhijjah 1445 H/20 Juni 2024 M.