Internasional

PCINU Belanda Kritisi Rentetan Penistaan Kitab Suci Al-Qur’an di Bumi Eropa

Sabtu, 28 Januari 2023 | 16:00 WIB

PCINU Belanda Kritisi Rentetan Penistaan Kitab Suci Al-Qur’an di Bumi Eropa

Seorang oknum membakar Al-Qur'an di Eropa. (Foto: Twitter @KhaledBeydoun)

Jakarta, NU Online 
Insiden pembakaran Al-Qur’an oleh kelompok ekstremis sayap kanan Swedia-Denmark di Stockholm, Swedia pada Sabtu (21/1/2023) lalu menyedot perhatian masyarakat internasional.


Belum kelar respons kecaman dari beragam pihak atas pembakaran Al-Qur’an di Swedia yang dipimpin Rasmus Paludan, penistaan kitab suci kembali terjadi di bumi Eropa.


Politisi sayap kanan Belanda, Edwin Wagensveld merobek salinan Al-Qur’an di Den Haag, Belanda, Ahad (21/1/2023) lalu. Aksi tersebut merupakan susulan setelah apa yang terjadi di Swedia.


Setelah itu, Rasmus Paludan kembali berulah. Seminggu setelah pembakaran di Swedia, dirinya membakar kitab suci Muslim di depan masjid di Noerrebro, Kopenhagen, Denmark, Jumat (27/1/2023).


Rentetan aksi provokatif tersebut diketahui berlangsung di bawah perlindungan polisi setempat. Lagi-lagi, kebebasan berekspresi menjadi tameng untuk melancarkan aksi yang mencederai nilai toleransi tersebut.


Implementasi narasi kebebasan berekspresi yang teramat dijunjung di Bumi Eropa seharusnya tetap berada di koridor yang benar. Hal ini disampaikan Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda, Ahmad Afnan Anshori.


“Jika kebebasan itu merusak harmoni sosial dan perdamaian antarumat beragama, maka kebebasan seperti ini harus dikritisi karena sudah melampaui batasan kebebasan berekspresi,” terangnya kepada NU Online, Sabtu (28/1/2023).


“Yaitu harus tetap menghormati hak dan perasaan orang lain termasuk perasaan dalam beragama,” imbuh Afnan, demikian ia karib disapa.


Baginya, peristiwa penistaan simbol agama Islam yang bertubi-tubi itu saling berkelindan atau tidak berdiri sendiri. Mereka memanfaatkan momentum yang terjadi sebelumnya.


“Bagi saya hal ini tidak mengejutkan karena dilakukan oleh Pegida (dalam insiden perobekan Al-Qur’an di Belanda), kelompok Islamophobia dan anti Islam di Eropa,” jabar Peneliti di Radboud University Nijmegen, Belanda itu.


Dosen di Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang itu kejadian serupa kerap kali terjadi. Pelaku penistaan kitab suci tersebut, lanjutnya, menghina simbol-simbol agama Islam yang bertujuan untuk mengekspresikan dan menyebarkan kebencian mereka terhadap Islam terutama di Eropa.


Maka itu, ia berharap berbagai kecaman dan reaksi keras yang datang dari berbagai negara Muslim di dunia menjadi perhatian bagi pemerintah dan aparat setempat agar tidak melakukan pembiaran dan melakukan tindakan tegas terhadap aksi-aksi yang bisa merusak harmoni sosial dan perdamaian dengan dalih kebebasan berekspresi berpendapat.


Selain tindakan nyata aparat, Afnan menegaskan kampanye wajah Islam damai perlu terus dilakukan agar kejadian semacam ini tidak terulang di masa yang akan datang.


“Protes atau ketidaksepakatan mestinya diekspresikan dalam bentuk yang santun, bermartabat, dialogis, dan penuh damai, tidak dengan cara-cara yang provokatif dan kekerasan,” tutupnya.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori