Internasional

Perjuangan Madrasah Darul Ma’arif di Tengah Covid-19 Australia

Jumat, 12 Februari 2021 | 01:30 WIB

Perjuangan Madrasah Darul Ma’arif di Tengah Covid-19 Australia

Suasana kegiatan belajar mengajar di Madrasah Darul Ma’arif, Perth, Western Australia. (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)

Perth, NU Online
Wabah Covid-19 di Australia, benar-benar menjadi kendala bagi terselenggaranya kegiatan belajar mengajar (KBM) di Madrasah Darul Ma’arif, Perth, Wedtern Australia. Pasalnya, meski pemerintah Western Australia sudah tidak melakukan lockdown, tapi penerapan pembatasan kapasitas gedung dan physical distancing sangat ketat.


“Akibatnya, harus ada pembatasan jumlah murid di kelas,” ucap Kepala Madrasah Darul Ma’arif, Anshori Chusnurrofik di Perth, Western Australia, Kamis (11/2).


Menurutnya, sejak beberapa waktu lalu Pemerintah Australia menerapkan pembatasan kapasitas gedung cukup ketat, termasuk kegiatan Madrasah. Yaitu jumlah murid dan guru maksimal 4 meter persegi per orang. Dengan aturan seperti itu, maka tentu banyak murid yang tidak kebagian tempat untuk belajar dengan tatap muka. Padahal, jumlah murid Darul Ma’arif sekitar 100 orang.


“Dengan pembatasan yang sangat ketat itu, jumlah murid dan guru tidak bisa optimal. Sehingga dengan terpaksa kita liburkan dua kali pertemuan,” terang Ustadz Anshori, sapan akrabnya.


Penerapan kapasitas gedung dan physical distancing yang cukup ketat itu, lanjutnya, disebabkan karena terjadi peristiwa seorang warga Perth yang terpapar Covid-19  dua pekan lalu. Katanya, orang tersebut tertular Covid-19 saat bekerja sebagai security di sebuah hotel yang dikhususkan untuk warga yang harus karantina selama 14 hari. Akibatnya, kota Perth dengan jumlah penduduk  2 juta lebih itu, harus di-lockdown selama lima hari.


“Setelah itu, penerapan pembatasan kapasitas gedung dan jaga jarak semakin diperketat. Konon, ini akan berakhir tanggal 14 Februari 2021,” jelasnya.


Kendati demikian, Wakil Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Western Australia itu bertekad untuk terus menyelenggarakan KBM madrasah dengan tetap mematuhi peraturan yang berlaku. Sebab, pendidikan agama untuk anak-anak tidak boleh absen karena menyangkut penanaman moral bagi generasi masa depan bangsa.


“Kami tetap akan melaksanakan kegiatan belajar mengajar betapapun susahnya,” ungkapnya.


Madrasah Darul Ma’arif didirikan atas inisiasi Pembantu Dekan UIN Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau, Prof Raihani. Rapat perdana untuk persiapan mendirikan madrasah tersebut digelar tanggal 26 Mei 2016.


“Resmi diumumkan ke publik tanggal 17 Juli 2016. Kegiatan pengajaran pertama dilaksanakan tanggal 23 Juli 2016,” kata Ustadz Ashori.


Kegiatan madrasah ini mirip dengan TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) di Indonesia. Masuknya dalam seminggu hanya sekali, yakni hari Sabtu, dimulai pukul 09.30 hingga pukul 13.00 waktu setempat. Memang dipilih hari Sabtu, karena selain Sabtu mereka pulang sekolah pukul 15.30 waktu setempat. Sedangkan sebagian para pengajar pulang kerja pukul 17.00. Untuk mengefektifkan pengajaran, murid dibagi dalam dua kelompok. Pertama, kelompok junior, untuk usia anak-anak TK hingga SD kelas 6. Kedua, kelompok teen (remaja), untuk murid usia SMP hingga SMA bahkan ada beberapa yang sudah lulus SMA.


Sedangkan mata pelajarannya adalah belajar membaca Al-Quran dengan metode iqra’. Alokasi waktunya adalah satu jam pertama. Jam-jam selanjutnya diisi dengan pengetahuan agama berbasis Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Lalu ditutup dengan shalat Zuhur berjamaah.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin