Jakarta

KH Syukron Makmun Ungkap Shalawat adalah Perintah Allah Tak Terikat Tempat dan Waktu

Selasa, 13 September 2022 | 20:00 WIB

KH Syukron Makmun Ungkap Shalawat adalah Perintah Allah Tak Terikat Tempat dan Waktu

Kiai Syukron Makmun saat menyampaikan tausiyah dalam acara Jakarta Bershalawat dan Lebaran Betawi, Kamis (8/9/2022). Foto: istimewa.

Jakarta Barat, NU Online Jakarta

 

Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta KH Syukron Makmun mengungkapkan bahwa membaca shalawat kepada Rasulullah Muhammad adalah perintah Allah yang tidak terikat oleh tempat dan waktu. 


Demikian disampaikan Kiai Syukron dalam Pembukaan Jakarta Bershalawat dan Lebaran Nahdliyin di Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari, Cengkareng, Jakarta Barat, pada Kamis (8/9/2022) malam. 


Kiai Syukron juga mengatakan bahwa dalam ibadah yang diperintahkan Allah, pasti ada perintah terkait waktu atau tempat. Salah satu contohnya adalah ibadah haji yang bertempat di Mekkah, Arab Saudi, dan dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah. Kemudian perintah Allah yang ditentukan tempat tetapi bebas dilakukan kapan saja yaitu ibadah umrah.


“Ada juga perintah Allah yang ditentukan waktunya tetapi tempatnya bebas, yaitu shalat lima waktu,” tambah Kiai Syukron. 


Ia mengungkapkan, membaca shalawat adalah perbuatan baik. Akan tetapi kadang dikaitkan dengan bid'ah atau sesuatu yang baru yang tidak ada zaman Rasulullah, dan segala yang bid’ah itu dihukumi jelek. 


“Akal sehat kita akan menjawab barang yang baru itu mungkin baik dan mungkin jelek,” ungkapnya.


Menurut Imam Syafi’i apabila ada barang atau sesuatu baru yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad maka itu termasuk hal baru yang terpuji. Sebaliknya, jika sesuatu yang baru itu bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad maka itu adalah dhalalah (sesat). 


“Sebenarnya Allah pertama kali yang membuat  bid'ah, karena Allah pencipta langit dan bumi. Sebelum Allah menciptakan itu, tidak ada langit dan bumi,” jelas kiai berjuluk singa podium itu.


Ia menjelaskan, Allah merupakan pencipta bid'ah yang pertama kali. Karena itu, acara shalawatan di dalam agenda Lebaran Nahdliyin itu adalah bid'ah tetapi baik, seperti yang digariskan Imam Syafi'i dan Sayyidina Umar bin Khattab.


“Saya meyakini pada zaman Rasulullah tidak ada shalawat (dan) tarawih berjamaah. Begitu juga pada zaman Khalifah Sayyidina Abu bakar Ash-Shiddiq. Baru ketika zaman Sayyidina Umar bin Khattab (shalawat dan tarawih) ada,” lanjutnya.


Saat melihat ada orang tarawih secara sendiri-sendiri, Sayyidina Umar bin Khattab kemudian berpikir alangkah bagusnya apabila tarawih dilakukan berjamaah. Lalu Sayyidina Umar menunjuk Ubay bin Ka'ab sebagai Imam tarawih berjamaah.


“Shalat tarawih adalah barang baru (karena) tidak ada di zaman Rasulullah. Tetapi setelah terlaksana shalat tarawih berjamaah itu, Sayyidina Umar mengatakan: ini adalah sebagus-bagusnya bid'ah. Karena tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah,” pungkas Kiai Syukron.


Sebagai informasi, acara ini juga dihadiri oleh A'wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang dikenal sebagai Pelantun Shalawat dari Solo Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, Ketua PWNU DKI Jakarta KH Samsul Ma'arif beserta seluruh jajaran pengurus dan warga NU se-Jakarta. 

 

Kontributor: Rakhman Jaya
Editor: Aru Elgete