Jateng

Sebagai Khalifah, KH Ubaidullah Shodaqoh: Manusia Harus Memakmurkan Bumi

NU Online  Ā·  Kamis, 31 Juli 2025 | 12:00 WIB

Sebagai Khalifah, KH Ubaidullah Shodaqoh: Manusia Harus Memakmurkan Bumi

Hamparan sawah dan usaha pemecahan batu split (Foto hanya ilustrasi)

Semarang,Ā NU Online JatengĀ 

Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Ubaidullah Shodaqoh menyoroti krisis ekologi dan ancaman kelangkaan pangan global sebagai dampak nyata dari perilaku manusia yang melampaui batas dalam memperlakukan alam. Ā Kiai Ubaid mengajak umat Islam untuk kembali memahami posisi manusia sebagai khalifah fil ardh—pemimpin di bumi yang bertugas memakmurkan dengan mengelola kekayaan alam secara adil dan bijak, bukan merusak.

 

ā€œDalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia memiliki kelebihan dibanding makhluk lainnya, karena itu Allah menjadikannya sebagai khalifah. Tapi penting untuk dipahami, sebelum diturunkan ke bumi, Nabi Adam berada di surga,ā€ ujarnya dikutip NU Online Jateng dari kanal YouTube MAJT TVĀ pada Kamis (31/7/2025).

 

Namun, lanjut Kiai Ubaid, sebagian ulama menafsirkan bahwa surga yang dimaksud bukanlah Jannah akhirat yang dijanjikan bagi orang-orang beriman, melainkan suatu kondisi bumi yang ideal—alam yang subur, asri, penuh tanaman, dan makmur.Ā 

 

ā€œItulah yang disebut Jannah, kalau kita artikan secara bahasa, artinya taman atau kebun. Jadi tempat awal Nabi Adam itu bisa dipahami sebagai prototipe bumi yang ideal. Maka ketika Adam diturunkan ke bumi sebagai khalifah, yang menjadi contoh adalah tempat yang subur itu,ā€ jelas pengasuh pesantren Al Itqon Bugen Semarang tersebut.Ā 

 

ā€œKeseimbangan alam adalah keniscayaan yang harus dijaga. Kalau Nabi Adam diberi tugas untuk menjaga bumi, maka seluruh anak cucunya—manusia sampai akhir zaman—juga punya tanggung jawab yang sama,ā€ tegasnya.

 

Ia kemudian menyinggung pertanyaan teologis klasik: mengapa manusia yang dipilih sebagai khalifah, bukan malaikat yang telah menyembah Allah selama ratusan bahkan ribuan tahun?

 

ā€œKarena manusia diberi kelebihan berupa akal dan ilmu. Dalam Al-Qur’an disebutkan ā€˜wa ā€˜allama Adama al-asma’a kullaha’—Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruh benda. Ini menunjukkan kapasitas intelektual manusia yang tidak dimiliki malaikat, apalagi binatang. Maka manusia lah yang pantas menjadi pemimpin di bumi,ā€ jelas Kiai Ubaid.

 

Namun menurutnya, amanah sebagai pemimpin ini seringkali disalahartikan. Banyak manusia yang kemudian merasa memiliki hak mutlak atas bumi dan seisinya.Ā 

 

Eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam pun dilakukan atas nama pembangunan dan kemajuan, padahal justru mengancam keberlanjutan lingkungan.

 

ā€œKita harus sadar, Allah tidak melarang mengambil hasil bumi. Silakan menambang, mengambil minyak, asal terukur dan tidak berlebihan. Jangan sampai karena kerakusan dan ingin memperkaya diri, kita mengabaikan keberlanjutan ekosistem. Harus ada kontrol moral dalam pengelolaan sumber daya,ā€ tegasnya.

 

Lebih jauh, Kiai Ubaid menekankan bahwa dampak dari kerusakan ekologis tidak hanya dirasakan oleh pelaku eksploitasi saja. Seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang tidak terlibat langsung pun bisa menjadi korban.

 

ā€œKerusakan itu bersifat kolektif. Bumi ini satu. Kalau satu bagian rusak, semuanya ikut menanggung. Bahkan orang alim, orang baik, bisa kena dampaknya. Ini menunjukkan bahwa menjaga bumi adalah tanggung jawab bersama,ā€ ujarnya.

 

Selengkapnya klik di sini.