Lingkungan

Bakar Lahan dan Hutan Haram Murakkab

Rabu, 25 April 2018 | 00:00 WIB

Banjarmasin, NU Online
KH Arwani Faisal menyatakan bahwa pembakaran lahan dan hutan hukumnya haram murakkab. Ia menyebut demikian karena dampaknya cukup luas. Tidak hanya meliputi regional saja, bahkan sampai lintas negara. Selain berakibat buruk pada kesehatan orang karena asap yang ditimbulkannya, pembakaran hutan juga melumpuhkan kegiatan ekonomi dan pendidikan.

“Fikih menyebutnya bisyiddat al-haram,” kata Kiai Arwani saat memberikan materi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 30/2016 kepada para dai Kalimantan dalam acara Lokalatih Peningkatan Kapasitas Dai Restorasi Gambut, di Hotel Royal Jelita, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (24/4).

(Baca: BRG Percepat Restorasi Lahan Gambut dengan Gandeng Para Dai)
Oleh karena itu, fatwa MUI memutuskan pelakunya harus diberikan sanksi sesuai dengan tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh ulahnya.

Pengurus Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) periode 2010-2015 itu menjelaskan bahwa menanam merupakan kegiatan yang baik dan bermanfaat. Tetapi jika untuk menempuh hal itu harus dengan membakar yang merupakan mafsadah, tentu hal ini tidak diperkenankan secara syariat.

Ia pun mengutip kaidah fikih dar’u al-mafasaid muqaddamun ‘ala jalb al-mashalih, menghindari mafsadah atau kerusakan harus lebih didahulukan ketimbang melahirkan kemaslahatan. Atas dasar itulah, Kiai Arwani menyatakan bahwa dalam perkara melakukan hal yang maslahah, tidak boleh dicampuradukkan sedikit pun dengan perkara mafsadah. Meskipun maslahatnya lebih besar ketimbang kerusakan yang ditimbulkan olehnya.

“Perintah melakukan maslahah harus bersih dari mafsadah,” ujarnya.

(Baca: Restorasi Gambut Tak Terpisah dari Agama dan Ekonomi)
Kiai Arwani mengingatkan kepada para dai bahwa hal ini penting untuk disampaikan kepada masyarakat luas. Tentu, menurutnya, tidak mesti dalam satu sesi pengajian secara khusus membahas perkara pembakaran hutan. Ia tidak menyarankan demikian.

“Setiap saat kita bicara tentang larangan memberikan mafsadah kepada dirinya dan orang lain, maka singgunglah, antara lain adalah pembakaran hutan,” pungkasnya.

Selain Kiai Arwani, pada sesi pemaparan fatwa MUI Nomor 30/2016 itu juga hadir Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pengurus Pusat Muhammadiyah H Ma’rifat Iman sebagai narasumber lainnya. (Syakir NF/Kendi Setiawan)