Lingkungan

Tiga Tugas BRG yang Diamanatkan Presiden Jokowi

Ahad, 2 Juni 2019 | 09:30 WIB

Jakarta, NU Online
Kepala Sub Kelompok Kerja Edukasi Sosialisasi dan Pelatihan Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia, Deasy Efnidawesty mengatakan Presiden Joko Widodo mengamanatkan tiga langkah strategis untuk dilakukan BRG selama masa tugas berlangsung.

Ketiga langkah itu yakni  membasahi lahan gambut, penanaman ulang lahan gambut dan melakukan revitalisasi kawasan gambut. Amanat tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 1 tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut (BRG).

Pertama membasahi lahan gambut, pembasahan harus dilakukan karena gambut memiiki sifat porus, yaitu mampu menyerap air dan mengeluarkan air. Karakter ini, kata Deasty, menjadi alasan mengapa daerah kawasan gambut tidak pernah terjadi banjir meski memiliki banyak sungai.  

Selain itu, gambut bisa menyerap air genangan sampai 15 kali bobot gambut itu sendiri. BRG menurut Deasty bertugas memantau dan mengelola lahan gambut agar terus mengalami pembasahan. Sebab, ekosistem gambut tidak boleh kering, karena akan berdampak buruk jika terkena api.

"Kalau kita lihat gambut basah, memang fitrahnya harus basah. Dia tidak boleh kering, jika kering bahayanya adalah khawatir terkena api dia akan langsung terbakar," tutur Deasty kepada NU Online di Jakarta, Sabtu (2/6).

Untuk menjaganya, BRG meminta kepada masyarakat agar mempertahankan kebasahan gambut dengan memberikan sekat di setiap kanal gambut. Dengan begitu kesehatannya akan pulih dan dapat memberikan dampak positif untuk lingkungan.

Tugas kedua yaitu melakukan penanaman di sejumlah titik  gambut yang masih belum diberdayakan alias lahan tidur. Upaya itu tentu berfungsi agar gambut tersebut terpelihara dengan baik dan tidak mengalami kekeringan yang menyebabkannya terbakar. Penanaman juga dapat dilakukan dengan menghijaukan kawasan gambut yang sudah kering kerontang.

"Ketiga, revitalisasi yaitu menghidupkan kembali aktifitas masyarakat dalam menjaga kawasan gambut. Makanya kami banyak melakukan sosialisasi dan pemberdyaan masyarakat," lanjut Deasty.

Deasty mengungkapkan, dari 7 provinsi yang pernah mengalami kebakaran, Riau menjadi provinsi yang paling tinggi tingkat kebakarannya disusul Jambi, Kalmantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Papua dan Kalimantan Selatan.

Kebakaran yang terjadi pada tahun 2015 itu  berlangsung cukup lama yakni tiga bulan sehingga peristiwa tersebut telah banyak merugikan masyarakat. Bahkan negara luar seperti Malaysa, Australia dan Singapore pernah protes karena asap akibat kebakaran gambut di Indonesia menyebabkan kabut tebal.

"Kalau sudah terbakar itu susah dipadamkan, ketika bagian atas sudah habis apinya ternyata bara di bawah gambut masih menyala meski sudah dilakukan berbagai upaya," ujarnya. (Abdul Rahman Ahdori/Aryudi AR).