Nasional

11 Bahasa Daerah Punah, Linguis Unusia: Perlu Pengajaran Bahasa Ibu Sejak Dini

Rabu, 26 Februari 2020 | 14:30 WIB

11 Bahasa Daerah Punah, Linguis Unusia: Perlu Pengajaran Bahasa Ibu Sejak Dini

Fariz Alnizar, Pengajar Linguistik Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (dokumentasi pribadi)

Jakarta, NU Online
Kepunahan 11 bahasa daerah dari 718 bahasa yang teridentifikasi di Indonesia menjadi sebuah keprihatinan tersendiri bagi Indonesia sebagai sebuah negara dengan bahasa terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini ini.

Tak ayal, untuk mencegah kembali punah, perlu ada pengenalan dan pengajaran bahasa ibu sejak dini kepada tunas-tunas penuturnya. Hal itu penting mengingat bahasa ibu lebih mudah memberikan pemahaman konseptual anak-anak.

“Anak yang sedari kecil sudah dikenalkan dan diajarkan bahasa ibu, cenderung lebih cepat dalam memahami hal-hal yang bersifat konseptual,” kata Fariz Alnizar, Pengajar Linguistik Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, kepada NU Online pada Rabu (26/2), mengutip penelitian yang dilakukan oleh Southeast Asian Minister of Education Organization Regional Centre for Quality Improvement of Teachers and Education Personnel (SEAMEO QITEP) dan Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP).

Menurutnya, kemampuan memahami hal-hal konseptual anak yang diajari bahasa ibu ini tidak dimiliki oleh mereka yang sejak kecil langsung dilatih untuk berbahasa asing. Sebab, bahasa ibu, khususnya bahasa daerah, mengandung norma, nilai, adat, hingga budi pekerti.

“Faktor pragmatik bahasa yang erat kait-kelindannya dengan budaya itulah yang tidak serta merta dicerap oleh anak-anak yang sedari kecil belajar bahasa asing,” katanya.

Sementara penguasaan bahasa asing secara gramatikal dengan fasih, jelasnya, tidak sekaligus memberikan pemahaman kebudayaan beserta perangkat pragmatik bahasa yang dikuasainya.

Fariz menyebut perlu belajar dari Israel dalam menghadapi kepunahan bahasa. Pasalnya, negara tersebut berhasil menghidupkan kembali bahasa Ibrani yang bertahun-tahun punah dan menjadikannya sebagai bahasa resmi mereka kini.

“Dengan perjuangan yang mengharu-biru Ibrani telah menjelma ‘ibu’ bagi Israel. Sebagaimana Israel, kita pun harus mengharu-biru memertahankan bahasa ibu, tanpa harus takut kehilangan bahasa nasoinal kita.,” katanya.

Sebab, jelasnya, mengutip Fishman, bahasa yang punah bukan hanya berhenti pada sebatas pemaknaan bahwa bahasa tersebut sudah nir-penutur. Kepunahan bahasa seiring dengan kepunahan budaya. “Kepunahaan sebuah budaya, tentu saja merupakan alarm keras bagi kepunahan peradaban,” pungkasnya.
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi