Nasional

Apresiasi ‘Ngariksa’, Wapres: Manuskrip Kuno Bisa Dikaji dengan Asyik

Sabtu, 10 September 2022 | 14:30 WIB

Apresiasi ‘Ngariksa’, Wapres: Manuskrip Kuno Bisa Dikaji dengan Asyik

Wapres Kiai Ma'ruf Amin. (Foto: YouTube Setwapres)

Jakarta, NU Online
Literasi Nusantara memiliki sejarah panjang sejak dahulu kala. Banyak tulisan telah dihasilkan dalam berbagai bentuk oleh para pendahulu. Kekayaan budaya tersebut diharapkan dapat diwariskan kepada generasi muda melalui karya-karya kuno peninggalan cendekiawan bangsa.


Untuk itu, diperlukan upaya untuk mengkaji manuskrip kuno Nusantara agar dapat bermanfaat bagi masyarakat luas melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.


Tayangan ‘Ngariksa': Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara, yang diinisiasi oleh Guru Besar Filologi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Oman Fathurahman (Kang Oman), ini merupakan salah satu kegiatan mengkaji kekayaan literasi Nusantara yang disiarkan secara daring melalui media sosial.


“Tayangan Ngariksa adalah terobosan baru di era digital yang membuktikan kepada kita bahwa manuskrip kuno bisa dikaji dengan asyik. Bahkan, dinikmati oleh audiens milenial,” ujar Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin dalam testimoninya secara virtual atas penayangan Ngariksa ke-75, Jumat (9/9/2022) malam.


Wapres mengapresiasi kegiatan yang saat ini telah mengkhatamkan pembacaan manuskrip Zubdatul Asrar karangan seorang ulama besar Nusantara abad 17, Syekh Yusuf al-Makassari asal Gowa, Sulawesi Selatan. Menurut dia, tokoh Nusantara tersebut sangat berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.


“Syekh Yusuf al-Taj al-Makassari mengabdikan hidupnya untuk membantu Sultan Ageng Tirtayasa di Kesultanan Banten dalam melawan penjajahan Belanda. Pengorbanannya untuk Kesultanan Banten ini mengakibatkan dirinya diasingkan ke Sri Lanka, kemudian ke Afrika Selatan hingga akhir hayatnya,” jelas Kiai Ma’ruf.


Wapres Kiai Ma’ruf menambahkan, kitab Zubdatul Asrar merupakan penghormatan atas kemuliaan penguasa Kesultanan Banten masa itu, yakni Sultan Ageng Tirtayasa dan menjadi sebuah nilai saling menghargai yang patut dicontoh masyarakat.


“Bagi masyarakat Banten khususnya, kitab ini sangat penting. Ini cerminan betapa sejak dulu ulama dan umara saling menghargai, saling menasihati, dan saling bekerja sama demi rakyatnya,” tutur cicit Syekh Nawawi al-Bantani itu.


Wapres pun berharap kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut, mengkaji lebih banyak lagi karya-karya cendekiawan Nusantara agar nila-nilai yang diwariskan dapat terus hidup di tengah masyarakat modern saat ini.


“Saya juga berharap, Kang Oman tetap istiqamah mengampu Ngariksa, memberikan edukasi kepada masyarakat melalui pembacaan manuskrip kuno Nusantara, khususnya turats ulama Nusantara yang jumlahnya sangat melimpah,” harapnya.


Sebelumnya, dalam testimoni yang dibuat oleh seorang cendekiawan sekaligus Guru Besar Sastra Arab dan Filologi, Prof Amany Lubis, menyampaikan bahwa manuskrip Zubdatul Asrar sangat penting dan menarik untuk dipelajari karena isinya sangat relevan dengan kehidupan modern saat ini.


“(Di dalam) Zubdatul Asrar ini banyak sekali yang kita butuh sekarang, yaitu akhlak bagaimana kita mendekatkan diri kepada Allah swt, menjalankan ibadah, sayang kita kepada Rasul, itu yang diajar Zubdatul Asrar. Jadi (kajian) ini seolah-olah menghidupkan Zubdatul Asrar di tengah kawan-kawan,” tuturnya.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Musthofa Asrori