Nasional

Bahaya Selingkuh dan Cara Menghindarinya

Kamis, 11 Maret 2021 | 16:00 WIB

Bahaya Selingkuh dan Cara Menghindarinya

Pasangan suami istri harus berada dalam satu ruangan atau zona fisik yang sama agar tetap terbangun chamistry. 

Jakarta, NU Online

Tema perselingkuhan sepertinya tidak pernah berhenti dibicarakan dari waktu ke waktu. Di antara masyarakat Indonesia, perselingkuhan yang sering kali berujung pada perceraian, disebut-sebut karena adanya orang ketiga. Bahkan, beberapa tahun belakangan, masyarakat mengenal istilah pelakor atau perebut laki orang, istilah yang ditujukan kepada perempuan yang menjadi pasangan selingkuh dari suami dalam satu hubungan perkawinan.

 

Lalu bagaimana fenomena tersebut di masa pandemi Covid-19, mengutip laporan BBC, Wakil Dekan III Universitas Gunadarma M Fakhrurrazi mengatakan, secara global, angka perceraian memang diprediksi meningkat, terutama akibat pandemi Covid-19.

 

"Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, dan Swedia melaporkan kenaikan angka perceraian sepanjang pandemi Covid-19," ujar Fakhrurrazi pada webinar Selingkuh, Salah Siapa? Memaafkan, untuk Siapa? yang diadakan oleh Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Rabu (10/3).

 

Sementara berdasarkan data BKKBN, meskipun perselingkuhan bukan menjadi satu-satunya faktor perceraian, angkanya menyumbang 14,9 persen. Hampir sekitar 28 persen problem perceraian sumbernya masalah ekonomi, meskipun lebih dari 50 persen karena percekcokan berulang-ulang dalam waktu cukup lama.

 

"Ketika ada pandemi virus Corona maka persoalan ekonomi semakin berat sehingga, memicu terjadinya perselisihan dalam keluarga," kata Fakhrurrazi mengutip data BKKBN.

 

Dewan Pakar Pergunu Depok Jawa Barat itu menyebutkan, secara psikologi, perselingkuhan berdampak pada beberapa hal. Seperti merusak harga diri, kehilangan kepercayaan terhadap pasangan, memiliki ketidakstabilan emosional, merusak mood, memengaruhi kehidupan secara keseluruhan, dan berpotensi terganggu secara mental.

 

Lalu bagaimana agar seseorang bisa mengindari perselingkuhan, Fakhrurrazi memaparkan sejumlah tips. Pertama, adanya niat dan tekad yang kuat untuk tidak melakukan selingkuh. Kedua, memutuskan perselingkuhan jika sudah pernah terjadi. "Kalau belum selingkuh, jangan mencari peluang," ujar Ketua LDNU Kota Depok ini.

 

Ketiga, kesediaan untuk berubah. Dalam hal ini, menjaga komitmen untuk tidak selingkuh. Menurut Fakhrurrazi, komitmen ini memang tergantung masing-masing pelaku. "Niat dan tekad untuk tidak selingkuh nggak hanya di lisan. Tapi menancapkan di dalam hatinya. Tidak sekadar diucapkan akan berubah, tapi dibuktikan dengan perilaku," ujarnya.


Langkah berikutnya adalah menghindari peluang perselingkuhan, bukan mencari peluang. Jika perlu dengan mengganti nomor handphone agar pasangan selingkuh tidak bisa terhubung lagi. Dalam tahap yang lebih ekstrem, pasangan selingkuh secara fisik pindah, misalnya pindah kerja bagi yang sudah bekerja.

 

Langkah selanjutnya adalah tetap berada bersama pasangan perkawinan. Fakhrurrazi menyebut, pasangan suami istri harus berada dalam satu ruangan atau zona fisik yang sama agar tetap terbangun dan terjadi chemistry. "Kalau sekarang tidak cukup dengan keberadaan fisik, meski sekarang ada teknologi, secara fisik dan suasana batiniah harus bersama-sama," ungkapnya.


Tak kalah pentingnya adalah terus membina komunikasi agar komunikasi suami istri jangan sampai tersumbat. Media yang digunakan pun bermacam-macam. Jika yang satu sedang marah, maka satunya jangan mengucapkan hal-hal yang menyinggung. Atau jika ingin menegur, bisa melalui pihak ketiga.

 

"Itu masih lebih baik tersumbatnya ada saluran komunikasi. Kalau kita komunikasi tersumbat, ibarat bendungan komunikasi yang tersumbat akan jebol dan akan terjadi potensi selingkuh," tegasnya.

 

Dukungan teman

Fakhrurrazi mengingatkan, dalam hubungan rumah tangga, seseorang yang bercerai karena perselingkuhan pasangannya merupakan sesuatu yang tidak pernah direncanakan. Namun, hal itu berdampak kepada psikologi yang mengalaminya. 


Karena itu dukungan terhadap pasangan yang bercerai sangat diperlukan baik oleh teman, sahabat, dan orang tua. "Seseorang yang bercerai selalu memiliki harapan dan senantiasa berdoa agar ke depan lebih baik terutama anaknya tidak mengalami hal yang sama dirasakan seperti orang tuanya," kata dia.

 
Ia mengumpamakan, seseorang yang bercerai karena perselingkuhan seperti rumah yang tidak memiliki jendela dan pintu. Karena sejatinya seseorang yang lain atau hati, perasaannya tidak bisa tergoda atau masuk apabila pintu dan jendela rumah hatinya selalu tertutup dari orang yang bukan pasangannya. 

 

Dalam kegiatan ini, Kaprodi Psikologi Unusia Elmy Bonafita Zahro mengatakan, webinar UP3 Unusia sudah berlangsung beberapa kali. Ia berharap dengan adanya webinar tersebut, Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) semakin dikenal dan dapat memberikan manfaat untuk masyarakat.

 

Sementara itu, Dekan Fakultas Sosial dan Humaniora, Muhammad Afifi, menyampaikan urgensi UP3 dalam melakukan layanan Psikologi. Ia berharap dengan melakukan kegiatan webinar ini akan ada banyak lembaga yang juga dapat berkolaborasi. "UP3 Unusia diharapkan dapat terus melakukan pembinaan pada aspek kelembagaan," kata Afifi.

 

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori