Nasional

Berteduh di Sunan Ampel dan KH Hasan Gipo

Jumat, 20 Oktober 2023 | 20:30 WIB

Berteduh di Sunan Ampel dan KH Hasan Gipo

Makam Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (20/10/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Surabaya, NU Online

Parkiran Komplek Makam Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur tampak ramai pada Kamis (20/10/2023). Berbagai jenis kendaraan roda empat berbaris rapi. Peziarah dari berbagai latar belakang berduyun-duyun memadati area parkir, seakan tak merasa matahari sedang terik-teriknya.


Panasnya Kota Surabaya hanyalah hal kecil yang harus mereka terima sebagai bagian dari perjalanan ziarah.


Segerombolan anak-anak SD mengenakan seragam hijau melewati gerbang pintu masuk. Mereka tampak begitu semangat. Wajah-wajah polos mereka dipenuhi kegembiraan. Mereka merupakan siswa kelas lima Sekolah Dasar (SD) Islam Maryam Surabaya.


"Mau ziarah ke Sunan Ampel, ini kedua kalinya," ujar Annisa (10) salah satu dari mereka.


"Sudah sering ke sini sama keluarga, sama keluarga," timpal Muhammad Fauzan Abidin (11).


Berbeda dengan di luar, suasana di hadapan pusara Sunan Ampel begitu sejuk. Angin semilir bergerak lembut. Pohon-pohon rindang bergoyang memberikan keteduhan.


Tampak peziarah ramai berswafoto di depan Gapuro (gerbang) Paneksen (penyaksian). Gapuro ini merupakan salah satu dari lima gapuro di komplek makam Sunan Ampel. Gapura ini merupakan gapura terakhir (kelima) dekat makam Sunan Ampel.


"Masuk sini sejuk nggak kerasa panas," ujar Faridatul Awaliyah (26).


Perempuan asal Lawang, Malang, Jawa Timur itu mengaku baru pertama kali ziarah ke Makam Sunan Ampel. Liya tak seorang diri datang berziarah. Ia bersama dengan teman kerjanya, sejumlah empat orang.


"Tiba-tiba ingin ziarah, mencari berkah. Tadi saya dari Malang tiket setengah tujuh naik kereta kan, sampai sini jam sembilan. Tadi sudah ke dalam," terangnya.


Lantunan tahlil, shalawat untuk Nabi, dan ayat-ayat suci melangit dari para peziarah. Gemanya melahirkan atmosfer spiritualitas.

Ruslan (46), petugas kebersihan makam, mengatakan makam Sunan Ampel ini ramai dikunjungi peziarah setiap harinya, terutama di akhir pekan. Satu rombongan bisa mencapai tujuh hingga sepuluh bus.


"Jumat, Sabtu, Minggu ramai. Minggu tambah ramai, banyak orang libur. Nggak bisa dihitung mas, bisa penuh sampai di luar, dicatat itu rombongan saja, bukan perorangan. Ramai terus 24 jam," ujarnya.


Setelah dari Sunan Ampel, para pengunjung juga dapat melanjutkan ziarahnya ke makam KH Hasan Gipo, ketua umum pertama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Walaupun tokoh itu terkenal, tetapi sangat sedikit diketahui, sehingga kehadirannya masih sangat misterius. Ia lahir dari lingkungan keliuarga santri yang kaya. Ia bertempat tinggal di kawasan perdagangan elite di Ngampel yang bersebelahan dengan pusat perdagangan di Pabean, sebuah pelabuhan sungai yang berada di tengah kota Surabaya yang berdempetan dengan Jembatan Merah," demikian dilansir dari tulisan berjudul Hasan Gipo: Sudagar-Aktivis, Ketua Tanfidziyah NU Pertama (1).


Dinasti Gipo ini didirikan oleh Abdul Latif Sagipoddin (Tsaqifuddin) yang disingkat dengan Gipo. Mereka ini masih santri bahkan kerabat dari Sunan Ampel. Karena itu, keislamannya sangat mendalam. Sebagai pemuda yang hidup dikawasan bisnis yang berkembang sejak zaman Majapahit itu, Sagipoddin memiliki etos kewiraswastaan yang tinggi.