Nasional MQKN 2023

Debat Qanun MQKN 2023, Mahasantri Padukan Perspektif Hukum dan Syariah

Jumat, 14 Juli 2023 | 14:00 WIB

Debat Qanun MQKN 2023, Mahasantri Padukan Perspektif Hukum dan Syariah

Debat Qanun MQKN 2023 antara mahasantri Ma’had Aly Al-Falah Ploso Kediri Jawa Timur (kanan) dan Ma’had Aly Nurul Burhany Pondok Pesantren Futuhiyah, Mranggen, Demak, Jawa Tengah (kiri) di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, Kamis (13/7/2023). (Foto: NU Online/Malik)

Lamongan, NU Online

Waktu terasa begitu singkat bagi Muhammad Nazal Furqony (23), Mahasantri dari Ma’had Aly Al-Falah Ploso, Kediri, Jawa Timur saat tampil bersama dua rekannya pada Majelis Debat Qanun Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional (MQKN) 2023. Rasa-rasanya, argumentasi yang disampaikannya belum tuntas, tetapi waktu yang terbatas memaksanya untuk berhenti memberikan penjelasan.


“Tetapi ketika kami sudah naik di atas panggung, kami merasa waktu sangat berlalu cepat sekali. Ya kami ingin menyampaikan apa yang harus kami sampaikan secara utuh,” ujarnya di Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan Jawa Timur, Kamis (13/7/2023).


Ia dan dua rekannya menjadi tim yang pro terhadap tema “Legalisasi Ganja untuk Keperluan Medis”, sedangkan di pihak kontra, terdapat tiga santri dari tim Ma’had Aly Nurul Burhany Pondok Pesantren Futuhiyah Mranggen, Demak, Jawa Tengah. Mereka saling beradu argumen satu sama lain dengan mendasarinya pada pandangan ulama dan ilmuwan ahlinya.


Panas berdebat, sejuk berjabat

Forum yang sedemikian riuh itu pun semakin meriah dengan kehadiran santri dari sejumlah kafilah dan tuan rumah yang menyaksikan para peserta adu ketangkasan dan pengetahuan tersebut. Mereka tampak begitu antusias menyimak Debat Qanun MQKN 2023 tersebut. Mereka duduk di pelataran lantai tidak jauh dari panggung. ilihat dari setelan jas yang penonton kenakan, mereka berasal dari pondok pesantren yang berbeda-beda, tetapi hal tersebut bukan menjadi alasan bagi mereka untuk saling tidak mengenal, mereka saling membaur menjalin silaturahmi.


Suasana demikian bukan sesuatu yang asing bagi mereka yang biasa mengikuti forum bahtsul masail di pondok masing-masing. Hanya saja, forum itu hanya menghadirkan dua kubu, yakni pro dan kontra dengan enam orang yang saling melempar pendapatnya. Saking serunya, ketika masing-masing tim sudah mengeluarkan pernyataan penutup yang menandakan berakhirnya forum debat, tim pro hendak mengeluarkan pendapat lagi.


Debat panas antartim itu hanya terjadi di atas panggung. Setelah selesai, kedua tim saling bersalam-salaman. Bahkan foto bersama selepas turun dari panggung. Tidak hanya itu, obrolan masih terus berlanjut di lantai teras yang tidak jauh dari panggung.


Furqony menceritakan bahwa persiapan yang dilakukan untuk mengikuti kegiatan Debat Qanun tidak terlalu memaksakan dan juga tidak menganggap enteng. Furqony mengaku lima tema debat qanun sudah dipersiapkan dari sisi pro dan sisi kontra, dan argumen masing-masing. Jadi ketika mendapatkan tema dan tim pro atau kontra sudah siap. Selain dari argumen dari sisi ulama salaf, ia juga mempersiapkan landasan argumentasinya dari para ilmuwan Barat, dan juga artikel yang ia peroleh dari internet sehingga bisa mengontekskannya dengan permasalahan yang ada.  


“Persiapan intens kami satu minggu sebelum acara, satu minggu sebelum berangkat. Tema debatnya sudah tahu, tetapi secara umum. Secara umumnya kami dikasih lima tema debat, nanti diundi salah satunya menjadi tema kami,” terangnya. 


Pria 23 tahun itu berharap kegiatan tersebut bisa menjadi ajang untuk mengamalkan apa yang telah ia terima selama menjalani pendidikan di pondok pesantren. “Afdhalu thuruq ilallah al-ta'lim wa ta'allum, artinya supaya kita lebih semangat dalam belajar, karena belajar itu adalah jalan terbaik menuju Tuhan. Itu yang diajarkan masyayikh kami di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso,” katanya.


Menurut santri asal Kediri ini, debat qanun tidak berbeda jauh dengan bahtsul masail, di mana di situ juga santri bisa menjadi solusi untuk menjawab permasalahan yang terjadi di masa kini.


Adu pandangan, tukar pengetahuan

Kemudian Nusron Kamal (23) dari Ma’had Aly Ma’had Aly Nurul Burhany Pondok Pesantren Futuhiyah Mranggen merasakan bahwa Debat Qanun yang ia ikuti bukan hanya beradu argumen, tetapi saling bertukar ilmu antara pro dan kontra.


“Kita juga ada ilmu yang belum tahu, kita dapatkan dari lawan kita. Kita hanya menyampaikan apa yang kita pahami, yang kita sampaikan inti-intinya saja. Setiap kelompok sudah mendapatkan tema apa yang akan dibahas dari kemarin ketika technical meeting, di dalam satu sesi tampil ada dua kelompok kan dari kelompok pro dan kontra. Itu diundi ketika sebelum tampil,” ujarnya.


Ia mengungkapkan bahwa persiapan mengikuti Debat Qanun sudah disiapkan jauh-jauh hari. Meskipun demikian, menjadi juara baginya bukanlah hal utama. Namun, berbagi dan memperoleh pengetahuan baru dan rekanan baru menjadi hal penting dalam ajang ini.


“Harapan paling utama bukan juara, tetapi yang terpenting dari kami dari awal sudah berniat mengikuti lomba terutama saling sharing ilmu, menambah teman, bertukar pikiran dengan argumen-argumen yang lain. Juara itu bagi kami itu bonus, jika tidak kami mempunyai nilai plus,” ujarnya.


Kombinasikan hukum perundang-undangan dan syariah

Sementara itu, Dewan Hakim Debat Qanun MQKN 2023 Khamami Zada mengungkap bahwa majelisnya ini sangat kompetitif, masing-masing kelompok menampilkan argumennya dengan baik, yaitu dengan menggunakan pendekatan hukum dan pendekatan syariah.


“Ini pendekatan yang baru dan masing-masing kelompok mencoba membangun argumen dan saling mematahkan lawan masing-masing. Saya pikir ini menjadi hal yang menarik bahwa para santri di Ma’had Aly ini bisa mengkombinasikan antara pengetahuan di bidang hukum perundang-undangan dengan syariat,” ujar pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.


Pada Debat Qanun MQKN 2023, peserta tidak hanya menggunakan hukum Islam yang kontekstual, tidak hanya berbasis pada hal-hal yang normatif dalam hukum syariah, tetapi juga melihat berbagai aspek hukum negara.


“Ini baik sekali bagi santri di Ma’had Aly ini, untuk ikut terlibat dalam debat qanun di MQKN tahun 2023. Mahasantri yang terlibat dalam debat ini saya menyarankan agar mereka mencoba membangun dua perspektif yang sangat kuat, perspektif bukan hanya pada norma hukumnya tetapi juga aspek fisafat hukumnya, ini yang belum kelihatan,” terangnya.


Ia mengungkapkan bahwa pada kegiatan lomba tersebut perspektif hukum Islamnya sangat banyak dibahas peserta, tetapi filsafat hukumnya belum kelihatan. “Ini menurut saya perlu dicari lagi bagaimana kombinasikan antara Hukum Filsafat Isalm dalam bentuk kaidah ushul fiqih dan juga persoalan hukum dalam pengertian yang lebih umum,” jelas akademisi yang menamatkan studi masternya dari Prancis itu.


Lebih lanjut, Khamami juga menyebut tema yang diangkat pada Debat Qanun MQKN 2023 adalah tema kontekstual yang sesuai perkembangan di Indonesia, seperti soal mata uang digital, soal dana haji, hingga soal ganja untuk kepentingan medis.


“Jadi mereka ditantang untuk merumuskan semacam pemikiran bagaimana mereka merespon perkembangan baru di masyarakat sehingga nanti ketika lulus Insha Allah bisa memberikan jawaban atas kegelisahan masyarakat dalam persoalan baru yang dihadapi oleh masyarakat,” terangnya.


Sistem penilaian yang dinilai dari debat qanun, di antaranya yaitu aspek isi, aspek logika berpikir, aspek bahasa, dan etika. “Semuanya kita lihat satu persatu mulai dari isi, substansi, materi yang diperdebatkan dengan aspek logika berpikir, sekaligus juga pada aspek yang lain. Yang paling penting kan pada aspek isi, logika berpikir, dan unsur bahasa yang paling kuat, paling besar nilainya,” pungkasnya.


Untuk Ma’had Aly Al-Falah Ploso, Kediri, Jawa Timur beranggotakan 3 orang santri. Sementara Ma’had Aly Nurul Burhany Pondok Pesantren Futuhiyah Mranggen, Demak, Jawa Tengah terdiri dari 2 orang santri, dan 1 santriwati.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman