Nasional

Di Tengah Derasnya Kritik, Jokowi Tetap Teken UU Cipta Kerja

Selasa, 3 November 2020 | 05:45 WIB

Di Tengah Derasnya Kritik, Jokowi Tetap Teken UU Cipta Kerja

Presiden Joko Widodo. (Foto: Setneg)

Jakarta, NU Online

Presiden Joko Widodo tetap menekan atau menandatangani UU Cipta Kerja Omnibus Law pada Senin (2/11/2020). UU tersbeut juga diteken oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada hari yang sama. UU yang diberi nomor 11 tahun 2020 ini setebal 1.187 halaman.


Jokowi meneken UU Cipta Kerja dengan sistem Omnibus Law ini meskipun banyak pihak yang mengkritik. Aspirasi dan kritik masyarakat juga sempat disampaikan melalui demonstrasi besar-besaran pada 8 Oktober 2020 lalu. Bahkan para buruh melakukan gerakan mogok nasional sebagai bentuk protes disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU oleh DPR RI.


Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj dengan tegas menyatakan bahwa UU Cipta Kerja sangat tidak seimbang karena hanya menguntungkan satu kelompok.


“(UU Cipta Kerja) hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” tegas Kiai Said, Rabu (7/10).


PBNU menyatakan mendukung uji materi atau judicial review Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).


"Nahdlatul Ulama membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi," kata Kiai Said, Jumat (9/10).


Menurutnya, UU tersebut meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. “Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat. Tidak boleh mengorbankan rakyat kecil,” ujar Kiai Said.


Lebih jauh, Kiai Said mengungkapkan bahwa UUD 1945 Pasal 33 masih sangat jauh dari implementasi. Menurutnya, konstitusi negara itu hanya sebatas tulisan di atas kertas putih yang dicetak berulang-ulang dengan jumlah jutaan lembar.


“Tapi tidak pernah diimplementasikan bahwa kekayaan Indonesia ini untuk seluruh rakyat Indonesia. Apakah itu sudah diimplementasikan? Sama sekali tidak. Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin,” tuturnya miris.


Terlebih, lanjut Kiai Said, di era keterbukaan seperti sekarang ini yang sangat bebas dan liberal, ditambah dengan sistem kapitalisme membuat nasib rakyat kecil semakin tertindas. Kiai Said menilai para politisi hanya memanfaatkan rakyat untuk kepentingan suara.


“Kalau sedang Pilkada, Pileg, dan Pilpres suara rakyat dibutuhkan. Tapi kalau sudah selesai, rakyat ditinggal. UUD 1945 Pasal 33 itu hanya tulisan di atas kertas tapi tidak pernah diimplementasikan,” tegasnya.


Kritik juga dilontarkan oleh Dosen Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Ulil Abshar Abdalla. Menurutnya, niat menarik investor agar tersedia lapangan kerja yang luas bagi generasi milenial jelas tujuan baik yang perlu diapresiasi.


“Tetapi niat baik saja tidaklah cukup. Yang lebih krusial adalah bagaimana niat baik ini dieksekusi. Apakah dengan cara yang ma’ruf (baik) atau munkar (tidak baik),” ujar Ulil dalam kolom opininya di Harian Kompas edisi Senin (3/11).


Ulil mengatakan, niat baik Jokowi adalah memotong “red tapes”, birokrasi yang rumit untuk memuluskan jalan bagi para investor.


“Tetapi yang terjadi justru memotong beberapa warisan penting reformasi: melemahkan KPK, menjinakkan Mahkamah Konstitusi, melemahkan independensi Bank Indonesia, menekan suara-suara kritis dengan UU ITE, dan melakukan resentralisasi kekuasaan,” kata Ulil.


Sebelumnya, jumlah halaman UU Cipta Kerja sempat berubah-ubah meski sudah disahkan via rapat paripurna DPR pada 5 Oktober 2020. Awalnya, berkas digital (soft file) yang terunggah di situs resmi DPR adalah draf RUU Cipta Kerja 1.028 halaman.


Pada 5 Oktober, beredar draf UU Cipta Kerja 905 halaman. Selanjutnya setelah pengesahan lewat rapat paripurna DPR 5 Oktober itu, jumlah halaman terus berubah.


Pada 9 Oktober, draf UU Cipta Kerja menjadi 1.052 halaman. Pada 12 Oktober, muncul draf UU Cipta Kerja 1.035 halaman, Sekjen DPR RI Indra Iskandar mengonfirmasi ini adalah naskah final.


Pada 13 Oktober, muncul naskah UU Cipta Kerja 812 halaman. Naskah ini dikirimkan DPR ke Presiden Jokowi lewat Setneg. Terakhir pada 21 Oktober, ada naskah 1.187 halaman. Ternyata kini diketahui, hasil akhirnya adalah UU Cipta Kerja 1.187 halaman.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Kendi Setiawan