Nasional

F-Buminu Sarbumusi: Pekerja Migran Masih Dianggap Objek Kepentingan dan Rentan Eksploitasi

Senin, 18 Desember 2023 | 19:30 WIB

F-Buminu Sarbumusi: Pekerja Migran Masih Dianggap Objek Kepentingan dan Rentan Eksploitasi

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Ali Nurdin Abdurrahman (tengah). (Foto: dok. Sarbumusi)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Ali Nurdin Abdurrahman mengungkapkan sejumlah hal yang menjadi tantangan para pekerja migran Indonesia di luar negeri. Di antaranya adalah masih rentan eksploitasi dan tak jarang keberadannya hanya menjadi objek kepentingan. 


“Pekerja migran masih dianggap sebagai objek kepentingan baik secara ekonomi maupun politik, sehingga rentan terhadap eksploitasi,” ungkap Ali Nurdin kepada NU Online, pada Senin (18/12/2023) bertepatan dengan Peringatan Hari Pekerja Migran Internasional 2023. 


Ali Nurdin mengatakan bahwa meskipun sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 yang mengatur tentang pelindungan pekerja migran, tetapi implementasinya masih dari optimal. 


"Pemerintah masih berkutat pada wacana belum menyentuh pada manfaat ekonomi terhadap pekerja maupun purna pekerja migran," imbuhnya.


Selain itu, tantangan besar yang masih menghadang pekerja migran Indonesia. Tantangan itu adalah karena adanya tumpang tindih regulasi antara tata kelola penempatan dan perlindungan yang masih menjadi persoalan utama.


"Tantangan yang dihadapi yaitu masih tumpang tindih tentang regulasi tata kelola penempatan dan perlindungan," ujarnya.


Ia berharap, pekerja migran dapat ditangani oleh satu lembaga kementerian atau badan khusus, tidak seperti situasi saat ini di mana ada dua entitas, seolah-olah seperti matahari kembar antara Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).


Dalam upaya meningkatkan sistem tata kelola penempatan dan perlindungan, Ali Nurdin menekankan perlunya peran pemerintah yang melibatkan semua unsur masyarakat, termasuk organisasi dan serikat pekerja. Namun, ia juga menyoroti kurangnya pemahaman tentang UU Nomor 18 Tahun 2017 di tingkat pemerintah daerah dan desa.


"Perlindungan pekerja migran Indonesia adalah tugas semua pihak, dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 sudah sangat baik dijelaskan peran dan tanggung jawab pemerintah pusat hingga desa, tetapi sampai saat ini masih jauh dari implementasi tidak sedikit pemerintah daerah maupun desa yang tidak mengetahui tentang undang-undang ini," jelasnya.


Lebih lanjut ia mengatakan bahwa tanggal 18 Desember diperingati sebagai Hari Pekerja Migran Internasional. Penetapan tanggal ini mengacu pada deklarasi 'Konvensi Perlindungan Hak-Hak Seluruh Buruh Migran dan Anggota Keluarganya’ (melalui Resolusi Nomor 45/158) pada 18 Desember 1990 di New York Amerika Serikat.


"Konvensi ini diinisiasi negara-negara pengirim Buruh Migran untuk merumuskan standar perlindungan khusus bagi Buruh Migran secara global," ujarnya.


Ia menjelaskan ada proses panjang dalam memperjuangkannya mulai dari penelitian, kajian, dialog, dan perdebatan mendalam antara dua kepentingan negara asal pekerja migran dengan negara tujuan.


"Konvensi ini selanjutnya dikenal dengan Konvensi Buruh Migran. Sebagai sebuah aturan pokok, konvensi ini mulai diberlakukan di dunia internasional pada 1 Juli 2003. Indonesia sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa Bangsa menandatangani konvensi ini pada 22 September 2004," pungkasnya.