Nasional

Gus Mus Resah dengan Yel-yel Pramuka 'Kafir No' kepada Anak-anak

Selasa, 14 Januari 2020 | 08:21 WIB

Gus Mus Resah dengan Yel-yel Pramuka 'Kafir No' kepada Anak-anak

Mustasyar PBNU KH A. Mustofa Bisri (NU Online)

Jakarta, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Musthofa Bisri atau Gus Mus menyatakan keresahannya atas yel-yel Pramuka di sebuah sekolah dasar di Yogyakarta yang berisi tentang anti-keberagaman.

“Kemarin baca itu sakit sekali saya merasa. Kok ada Pramuka yel-nya kok Islam yes, kafir no. Loh iku wong mendem kok ngantek gitu itu loh. Ini nyekoinya itu gimana, ini merusak betul, merusak, dan menyakitkan sekali,” kata Gus Mus saat mengisi dialog kebangsaan yang bertajuk ‘Merawat Persatuan Menghargai Keberagaman’ di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakir di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Selasa (14/1).

Gus Mus mengaku heran karena yel-yel tersebut dilakukan oleh orang yang beragama. Padahal menurutnya, orang beragama seharusnya mengerti bahwa Tuhan itu Maha Pengasih untuk semua alam. 

“Loh kalau dengan saudara sendiri saja tidak bisa kasih sayang itu bagaimana dengan yang lain-lain,” ucap Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini.

Ia mengakui bahwa akhir-akhir ini masyarakat tengah dibuat resah dengan perilaku sebagian orang yang tidak menghargai perbedaan. Hal itu setidaknya dapat dilihat dengan menjamurnya berbagai kegiatan yang bertemakan persatuan dan kebangsaan.

Baca juga: Sikapi Yel-yel Pramuka di Jogja, LP Ma'arif NU: Toleransi Sejak Dini Sangat Penting

“Kini ada acara-acara bertemakan persatuan, seminar kebangsaan. Ini rupanya ada yang resah dan umum sifatnya,” ucapnya. 

Gus Mus menambahkan bahwa orang beragama juga seharusnya menghargai keberagaman karena Tuhan yang menghendakinya. Keberagaman, sambungnya, merupakan suatu keniscayaan. Sehingga siapa pun yang menolaknya, maka melawan kehendak Tuhan.

Ia mencontohkan bagaimana upaya penyeragaman pernah dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Ia menilai, cara membuat keharmonisan dengan cara menyeragamkan merupakan sebuah kekeliruan. Keseragama yang dilakukan Orde Baru saat itu mulai dari menanam padi hingga men-cat rumah dengan warna kuning. 

"Karena selalu dicekoki dengan keseragaman-keseragaman, akhirnya kita agak sulit berbeda sekarang ini. Berbeda sedikit marah, berbeda sedikit, Padahal berbeda itu kan indah sekali berbeda-beda itu,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, di Yogyakarta, seorang pembina Pramuka dari Gunungkidul mengajarkan tepuk dengan kata Islam yes, kafir no di akhir tepuk saat memberikan pelatihan di sebuah SD Timuran, Prawirotaman Kota Yogyakarta pada Jumat, 10 Januari 2020.

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Abdullah Alawi