Nasional

Hari Buruh 2024, Sarbumusi Desak Pemerintah Wujudkan Buruh Berkualitas dan Sejahtera

Rabu, 1 Mei 2024 | 18:37 WIB

Hari Buruh 2024, Sarbumusi Desak Pemerintah Wujudkan Buruh Berkualitas dan Sejahtera

DPP Konfedarasi Sarbumusi menyampaikan beberapa hal saat memperingati Hari Buruh Internasional di lobi gedung PBNU, Jakarta, Rabu (1/5/2024) (Foto: Suwitno/NU Online)

Jakarta, NU Online
Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) 2024, Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarekat Buruh Muslimin Indonesia (Konfederasi Sarbumusi) mendesak pemerintah untuk mewujudkan buruh yang berkualitas dan sejahtera, serta memperkuat kedaulatan pangan berbasis kerakyatan.


Menurut Presiden DPP Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin, langkah tersebut sebagai upaya untuk mempersiapkan Indonesia Emas 2045.


“Untuk peringatan Hari Buruh Internasional tahun 2024 ini, kami mengangkat tema Menyongsong Indonesia Emas: Sejahterakan Buruh, Perkuat Kedaulatan Pangan Berbasis Rakyat,” katanya pada konferensi pers di sela diskusi dalam rangka memperingati Hari Buruh di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (1/5/2024).


Menurutnya, kesejahteraan buruh merupakan kunci dalam mempersiapkan visi Indonesia Emas 2045. Perlindungan dan kesejahteraan buruh merupakan prasyarat utama untuk keadilan ekonomi distributif dan inklusif.


Irham juga meminta pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakbuming Raka nanti untuk mengevaluasi dan merevisi kembali UU Cipta Kerja.


“Kami mendorong pemerintahan baru Prabowo-Gibran untuk membuka ruang dialog sosial guna mengevaluasi, mengkoreksi dan merevisi kembali UU Cipta Kerja khususnya kluster ketenegakerjaan dan peraturan turunannya,” pintanya.


Irham menyebut, sejak awal Konfederasi Sarbumusi bersikap tegas menolak RUU tersebut semenjak tahap pengusulan pemerintah kepada DPR. UU Cipta Kerja dinilai lebih berorientasi pada kebijakan perburuhan ramah pasar (market-oriented driven) dengan karakter neoliberalisme yang kuat.


“Ini ditandai dengan deregulasi, fleksibilitas, efisiensi serta penarikan peran dan tanggung jawab negara terhadap warga negaranya. UU tersebut berpotensi melegalkan pelanggaran HAM melalui instrumen omnibus law,” ujarnya.