Angkat Kearifan Lokal, Distribusi Daging Kurban Sebaiknya Gunakan Daun
NU Online · Senin, 22 Juli 2019 | 13:45 WIB
Husni Sahal
Kontributor
“Itu kan berarti memanfaatkan tradisi-tradisi lokal yang ada. Kalau misalnya di masyarakat banyak daun jati, ya pakai daun jati, kalau di masyarakat setempat banyak daun pisang, pakai daun pisang. Artinya ini kembali kepada tradisi lokal, kearifan lokal,” kata Direktur Bank Sampah Nusantara LPBI PBNU Fitri Aryani di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (22/7).
Selain itu, sambungnya, dengan memakai kemasan tradisional berarti juga menolong ekonomi para pedagang kecil dan pengrajin di daerah-daerah. Sementara dengan membeli plastik, maka secara tidak sadar, masyarakat juga turut memperkaya para pengusaha. Menurutnya, harga plastik lebih murah karena banyak permintaan.
“Itu kan hukum ekonominya berlaku. Kenapa plastik murah? karena banyak permintaan, sehingga mereka memperbesar pabrik, memperbesar mesin, jadi murah. Sebaliknya, memakai daun atau bestek walau pun agak mahal, berarti kita menolong masyarakat kita sendiri. Kalau plastik yang ditolong kan perusahaan-perusahaan. Itu yang harus kita ketahui,” jelasnya.
Fitri menyatakan bahwa hingga kini pemerintah belum memiliki solusi untuk menggantikan plastik, sehingga masyarakat harus memiliki kesadaran sendiri. Pemerintah dan masyarakat dinilainya memiliki peran masing-masing.
Menurutnya, jika pemerintah berperan membuat infrastruktur, tapi masyarakat belum memiliki kesadaran, maka tidak akan berjalan. Begitu juga sebaliknya, kalau masyarakat punya kesadaran, tapi pemerintah belum mempunyai infrastruktur juga tidak akan jalan.
"Jadi mending kita jalan bareng-bareng. Mereka (pemerintah) nanti Infrastruktur siap, kita masyarakat kesadaranya siap: klop, daripada saling menunggu," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, NU memiliki perhatian terhadap lingkungan pada umumnya dan persoalan sampah plastik khususnya. Pada Munas-Konbes NU yang diselenggarakan di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat pada 27 Februari-1 Maret 2019 mengeluarkan keputusan dengan menetapkan bahwa produsen atau industri yang tidak mengelola sampah kemasan ataupun produksinya boleh disanksi oleh pemerintah.
Sanksi tersebut merupakan kebijakan yang mengandung kemaslahatan umum sekaligus menghilangkan kemudlaratan dari rakyat.
Selain itu, ditetapkan juga hukum haram membuang sampah sembarangan, terutama sampah plastik, apabila nyata-nyata (tahaqquq) atau diduga (dzan) membahayakan lingkungan. Hukum menjadi makruh apabila kemungkinan kecil (tawahhum) membahayakan lingkungan.
Persoalan yang dibahas oleh tim bahtsul masail komisis waqi'iyah ini juga membolehkan masyarakat memboikot perusahaan yang tidak mengelola dan menanggulangi sampah kemasan atau produksinya, selama membeli bukanlah sebuah kewajiban. Sedangkan ketika mengakibatkan dampak negatif yang disebabkan kurang seriusnya pengelolaan sampah, maka semua pihak harus bertanggungjawab atas masalah sampah tersebut. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)
Terpopuler
1
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
2
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
3
PBNU Buka Suara Atas Tudingan Terima Aliran Dana dari Perusahaan Tambang di Raja Ampat
4
Fadli Zon Didesak Minta Maaf Karena Sebut Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor
5
Israel Serang Militer dan Nuklir Iran, Ketum PBNU: Ada Kegagalan Sistem Tata Internasional
6
Presiden Pezeshkian: Iran akan Membuat Israel Menyesali Kebodohannya
Terkini
Lihat Semua