Nasional

PBNU Imbau Penyelenggara Kurban Tidak Pakai Plastik untuk Distribusi Daging

Senin, 22 Juli 2019 | 11:15 WIB

PBNU Imbau Penyelenggara Kurban Tidak Pakai Plastik untuk Distribusi Daging

PBNU Imbau penyelenggara kurban tidak perlu lagi mempergunakan kantong plastik.

Jakarta, NU Online
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim PBNU mengimbau para penyelenggara pemotongan dan penyaluran hewan kurban agar idul adha tidak hanya dijadikan sebagai momentum mendakatkan diri kepada Allah melalui ibadah ritual, tetapi juga mendekatkan diri melalui penjagaan terhadap lingkungan, yakni dengan tidak memakai plastik untuk daging kurban.

“Kami Imbau para penyelenggara kurban untuk tidak perlu lagi mempergunakan kantong plastik atau kresek sebagai wadah daging, tapi menggunakan kemasan-kemasan yang ramah lingkungan. Jadikan idul adha sebagai satu momen kebangkitan untuk peduli lingkungan,” kata Direktur Bank Sampah Nusantara LPBI PBNU Fitri Aryani di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (22/7), menjelang Idul Adha.
 
Menurut Fitri, jika satu hari di Idul Adha masyarakat puasa menggunakan plastik, maka disebutnya sangat bermanfaat untuk kesehatan di masa depan. Masyarakat tidak menggunakan plastik di idul adha menjadi investasi bagi ribuan tahun mendatang.

“Kalau satu saja penyelenggara kurban memiliki pemikiran ramah lingkungan, itu sudah bisa dihitung berapa jumlah sampah plastik yang bisa kita kurangi dalam satu hari itu. Jadi kalau mau bersedekah untuk bumi kita, idul adha itu satu momen yang sangat tepat untuk kita beribadah, untuk kita berinvestasi lingkungan,” terangnya.

Fitri menawarkan banyak alat yang bisa digunakan penyelenggara kurban untuk mendistribusikan daging, seperti daun pisang, daun jati, besek, dan bambu. Ia tidak memungkiri bahwa penggunaan plastik nilainya lebih murah. Akan tetapi, sambungnya, selain untuk menjaga lingkungan, memakai alat seperti daun itu, berarti juga kembali mengangkat kearifan lokal.

“Itu kan berarti memanfaatkan tradisi-tradisi lokal yang ada. Kalau misalnya di masyarakat banyak daun jati, ya pakai daun jati, kalau di masyarakat setempat banyak daun pisang, pakai daun pisang. Artinya ini kembali kepada tradisi lokal, kearifan lokal,” ucapnya.

Ia menyatakan bahwa menggunakan alat-alat yang ada di masyarakat setempat merupakan sesuatu yang tidak mudah karena selama ini penggunaannya dengan kresek. Namun menurutnya, menggunakan alat-alat lokal lebih dianggap kreatif.

Penyelenggara kurban di Jakarta juga dinilai tidak perlu khawatir tentang keberadaan daun pisang atau lainnya. Sebab menurutnya, di daerah-daerah penopang Jakarta seperti Bekasi banyak daun pisang dan besek.

“Parung yang di Bogor itu masih banyak daun pisang. Di Bekasi juga masih banyak daun pisang,” ucapnya. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)