Nasional

Jokowi Ungkap Lima Alasan Kenapa Ibu Kota Pindah ke Kaltim

Senin, 26 Agustus 2019 | 11:45 WIB

Jokowi Ungkap Lima Alasan Kenapa Ibu Kota Pindah ke Kaltim

Presiden Joko Widodo. (Foto: Sekretariat Kabinet)

Jakarta, NU Online
Rencana dan rancangan pemindahan ibu kota negara semakin mengerucut. Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi tujuan pemindahan ibu kota negara. Presiden Joko Widodo mengungkapkan lima alasan kenapa ibu kota pindah ke Kalimantan Timur.

“Kenapa di Kaltim? Pertama, risiko bencana minimal baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan tanah longsor,” ujar Presiden Jokowi, Senin (26/8) lewat Facebooknya.

Kedua, lokasinya yang strategis berada di tengah-tengah Indonesia. Ketiga, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda. Keempat, telah memiliki infrastruktur yang relatif lengkap.

“Dan kelima, telah tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180 ribu hektare,” ungkap mantan Wali Kota Solo ini.

Menurutnya, sebagai bangsa besar yang sudah 74 tahun merdeka, Indonesia belum pernah menentukan dan merancang sendiri ibu kotanya.

“Maka, pada siang yang berbahagia ini, saya menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan kajian-kajian mendalam, terutama dalam tiga tahun terakhir,” ucapnya.

Hasil kajian-kajian tersebut, sambungnya, menyimpulkan bahwa lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Dalam sejumlah kesempatan, Jokowi menyebut ide pemindahan ibu kota negara sudah ada sejak masa pemerintahan Presiden RI pertama Soekarno. Soekarno menyiapkan Palangkaraya sebagai calon ibu kota Indonesia pada 1957. Ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah tersebut dinilai memiliki wilayah yang luas dan secara geografis tepat berada di jantung khatulistiwa.

Di era Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono, kajian tentang pemindahan ibu kota negara berlanjut. Ibu kota yang baru harus dipisahkan dari pusat ekonomi dan komersial, artinya menjauh dari Jakarta.

Pemerintahan Jokowi pada April 2017 kembali memunculkan wacana ini, termasuk mengkaji kota-kota mana saja yang akan menjadi alternatif ibu kota baru. Nama Palangka Raya kembali disebut oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Pemerintah kembali membahas pemindahan ibu kota negara dalam ratas kemarin. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, ada tiga alternatif yang dikaji.

Pertama, ibu kota tetap di Jakarta tetapi ada distrik khusus untuk pusat pemerintahan. Distrik itu berada di sekitar Monas dan Istana Negara, Jakarta Pusat. Apabila pemerintah memilih alternatif ini, perlu disiapkan transportasi massal di distrik ini guna memudahkan mobilitas antarpegawai kementerian dan lembaga.

Kedua, memindahkan ibu kota ke wilayah lain yang jaraknya hanya 60 sampai 70 kilometer dari Jakarta. Contohnya, Jonggol di Jawa Barat atau Maja di Banten. Keuntungannya, proses pemindahan ibu kota menjadi lebih dekat. Kelemahannya, Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) masih menjadi pusat kontribusi ekonomi terbesar.

Ketiga, memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa. Namun, lokasi harus strategis dan berada di tengah wilayah Indonesia secara geografis. Hal ini penting supaya ibu kota negara merepresentasikan keadilan dan percepatan ekonomi di wilayah timur Indonesia. Selain itu, Bappenas pun mensyaratkan di wilayah tersebut tidak ada biaya pembebasan lahan dan minim bencana alam, seperti gempa bumi, erupsi gunung berapi, dan lain-lain.

 
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Abdullah Alawi