Nasional

Katib Syuriyah PBNU: Nilai Pesantren Tidak Pernah Benarkan Kejahatan Seksual 

Sabtu, 11 Desember 2021 | 14:00 WIB

Katib Syuriyah PBNU: Nilai Pesantren Tidak Pernah Benarkan Kejahatan Seksual 

“Kalau toh itu terjadi berarti itu tidak masuk kualifikasi pesantren yang dikenal di lingkungan NU. Bahkan di lingkungan pesantren secara umum tidak ada ruang pembenaran soal kejahatan seksual.”

Jakarta, NU Online

Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Asrorun Ni’am Sholeh menegaskan, ajaran pesantren dan Islam tidak pernah memberikan ruang pembenaran terhadap aktivitas kejahatan seksual.


Hal itu diungkapkan sebagai tanggapan atas kasus pencabulan Herry Wirawan kepada sejumlah santriwati di Rumah Tahfiz Al-Ikhlas Antapani dan Madani Boarding School Cibiru, Kota Bandung Jawa Barat, belakangan ini. Kejahatan seksual itu dilakukan pada rentang waktu 2016-2021. Beberapa santriwati bahkan sampai hamil dan melahirkan. 


“Agama kita tidak memberikan ruang pembenaran terhadap aktivitas kejahatan seksual, atas nama apa pun. Apalagi dikaitkan dengan pemahaman keagamaan, misalnya soal alasan nikah Mut’ah, itu tidak dibenarkan secara keagamaan, terutama dengan manhaj Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah,” tegas Kiai Ni’am yang pernah tugas di KPAI saat ditemui di Hotel Hariston Jakarta, Sabtu (11/12/2021) siang.


Kemudian, ia meminta agar pemberitaan-pemberitaan yang beredar mengungkap kasus kejahatan seksual itu tidak membangun stigma buruk kepada pesantren dan kiai. Sebab, sekali lagi, ia menegaskan bahwa ajaran pesantren tidak pernah memberikan ruang pembenaran bagi kejahatan seksual, baik dalam aspek norma maupun praktiknya.


“Kalau toh itu terjadi berarti itu tidak masuk kualifikasi pesantren yang dikenal di lingkungan NU. Bahkan di lingkungan pesantren secara umum tidak ada ruang pembenaran soal kejahatan seksual,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah, Depok, Jawa Barat itu.


Kiai Ni’am menjelaskan bahwa kehidupan di lingkungan pesantren terdapat beberapa aspek yakni adab, dan akhlak. Selain itu terdapat hukum yang harus diikuti, baik hukum negara maupun hukum keagamaan. 


“Belum lagi di atas hukum ada hikmah, di atas pandangan hukum fikih itu ada adab dan akhlak dan itu dijaga di lingkungan pesantren,” ujar Kiai Ni’am. 

 

 

Dari penjelasan itu, ia berharap para orang tua dapat memahami dunia pesantren yang sesungguhnya, terutama yang terdapat di lingkungan NU. Dengan demikian, para orang tua tidak perlu khawatir menempatkan putra-putrinya ke pesantren. 


“Saya kira orang yang memahami dunia pesantren, tidak ada kekhawatiran. Karena memang norma nilai dan tradisi di lingkungan pesantren, jauh dari tindak kejahatan seksual seperti itu. Kalau ada kasus, itu adalah oknum. Tapi jelas norma atau nilai pesantren tidak pernah membenarkan itu (kejahatan seksual),” pungkasnya.


Dilansir dari Kumparan, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari, mengungkap korban pemerkosaan Herry Wirawan berjumlah 21 orang. Semua korban Herry merupakan santriwati di bawah umur, berusia 13-17 tahun. Mereka mayoritas berasal dari Garut, kampung halaman Herry Wirawan.

 


Namun berdasarkan dakwaan jaksa, korban Herry berjumlah 12 orang. Perbuatan keji itu telah dilakukan sejak 2016. Rumah tahfiz yang dikelola Herry dikhususkan untuk santriwati usia sekolah menengah dan atas. Iming-iming mondok gratis menyebabkan orang tua korban bersedia mengirimkan anaknya ke rumah tahfiz yang didirikan Herry itu.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Alhafiz Kurniawan