Nasional

Ketum PBNU Tegas Menolak NU Dijadikan Alat Politik

Senin, 26 September 2022 | 18:00 WIB

Ketum PBNU Tegas Menolak NU Dijadikan Alat Politik

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf . (Foto: NOJ)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf berharap politik identitas tak lagi mendominasi gelaran pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia. Secara tegas, ia juga mengatakan, Nahdlatul Ulama menolak untuk dijadikan sebagai alat politik pada pemilu 2024 mendatang.


“Kami (NU) menolak secara tegas dan terus terang untuk dijadikan alat politik pada pemilu yang akan datang,” tegas Gus Yahya, di Kantor PBNU, Senin (26/9/2022).


Masalahnya, kata dia, politik identitas kental dijadikan senjata bagi kelompok dan organisasi tertentu untuk menjatuhkan lawan politiknya. Bahkan mengancam keutuhan bangsa dan negara.


“Menghindari politik identitas ini karena penting bagi Indonesia karena merupakan masalah yang harus ditangani secara serius, ancaman terkait politik identitas ini berkaitan erat dengan konteks di ranah global, seperti radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Bahkan konflik di belahan dunia lain,” terang dia.


Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang ini menyampaikan, sudah saatnya masyarakat memahami secara luas kebutuhan krusial bangsa dan negaranya dalam konteks jangka panjang. Maka dari itu dia mengajak semua pihak untuk mengantisipasi politik identitas sejak dini.


“Untuk menentukan pilihan ini penting bagi masyarakat memahami secara lebih lengkap dan mendalam tentang kebutuhan bangsa dan negara bukan hanya pada konteks jangka pendek saja, tapi harus sungguh-sungguh menyiapkan kebutuhan yang lebih jauh,” jelas Gus Yahya.


Ia menegaskan deretan pelanggaran yang pernah terjadi harus diantisipasi supaya tidak terulang di masa yang akan datang. Politik identitas di Indonesia sering didasarkan pada kepercayaan terhadap orang atau kelompok berlandaskan kesamaan suku atau agama, sehingga berdampak negatif bagi citra bangsa Indonesia.


“Politik identitas yang kita pernah alami tidak boleh terulang lagi apalagi sampai merusak nama baik Indonesia,” tegas tokoh yang pernah menjabat sebagai juru bicara (Jubir) Presiden Gus Dur itu.


Dalam mengantisipasi terjadinya politik identitas, lanjut Gus Yahya, PBNU memiliki peran penting. Salah satu caranya dengan melakukan sosialisasi terkait pendidikan politik kepada masyarakat, kemudian membangun komunikasi dan koordinasi secara intensif dengan kelompok lintas agama dan stakeholders atau pemangku kebijakan.


“Ini semua terkait dengan politik identitas dan cara untuk memulai pencarian solusi dari berbagai macam konflik, maka kita harus memulai untuk mengasingkan politik identitas tersebut dalam dinamika sosial,” jelasnya.


Pewarta: Syiifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin