KH Miftachul Akhyar Jelaskan tentang Hakikat Kalam Allah
NU Online · Selasa, 11 April 2023 | 15:00 WIB
Malik Ibnu Zaman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa kalam Allah tidak ada permulaan, tidak ada akhiran, dan tidak terdiri dari suara maupun huruf.
"Jadi kalamnya Allah itu nggak ada permulaan, nggak ada akhiran, nggak ada suara, nggak ada huruf. Jadi tidak terdiri dari suara, tidak terdiri dari huruf, itu Kalamullah," ujarnya pada Ngaji Ramadhan Kitab Ta'liqotul Muqaddimat Al-Jurrumiyah fi Nahwi di Channel YouTube Multimedia KH Miftachul Akhyar diakses NU Online, Selasa (11/4/2023).
Berbeda halnya dengan kalam manusia, kalam Allah tidak ada tarkib, dan tidak ada i'rob. "Kalamullah itu kan makna. Jadi Al-Qur'an, mushaf itu disebut Kalamullah, tetapi ada hurufnya, ada awalannya, ada akhirannya. Disebut Kalamullah maksudnya itu maknanya, kalau tulisannya itu baru hadits, percetakan yang nulis, dicetak akhirnya menjadi mushaf," imbuh Kiai Miftach.
Kiai Miftach menegaskan bahwa kita harus tahu tentang hakikat Kalamullah itu makna, yaitu makna yang qoim bidzati. Kemudian juga kalamnya Allah itu ta'alluq, sama seperti ilmunya Allah.
"Sama dengan ilmunya Allah, karena hubungannya dengan kita, biar kita tidak kesulitan, dan itu memang kehendak Allah. Allah menciptakan huruf, menciptakan suara sebagai tanda. Maka ketika mushaf itu berupa huruf, kalau dibaca keluar suaranya itu sebagai tanda, tanda di balik itu ada sifat makna yaitu makna kalam. Jadi adanya huruf, adanya suara untuk memudahkan kalian semua menyambung ke kalamnya Allah," ungkap Kiai Miftach.
Lebih lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut menjelaskan, kenapa Allah menciptakan suara dan huruf itu juga untuk mengenali sifat-sifat Allah yang tidak bisa ditemukan oleh khis yaitu yang tidak bisa ditemukan dengan panca indera.
"Surat Al-Anbiya 109, maksud ayat ini sebagai dalil, bahwa suara, huruf, dzikir, yang terdiri dari suara dan huruf termasuk Wahyu yang turun, yang bisa didengar, yang bisa dibaca itu adalah ciptaan Allah, makhluk. Tetapi disebut Kalamullah, karena dibalik itu ada makna yang qoim bidzati lillahi ta'ala," imbuh Kiai Miftach.
Ia mengibaratkan seperti proyektor, bisa dilihat, bisa dibaca, bisa didengar apa yang ada di layar. Tetapi dari proyektornya tidak ada ada gambar, tidak ada suara, hanya sinar. Begitu menempel ke layar, muncul gambar-gambar, muncul suara-suara, muncul kata-kata.
"Jadi Kalamullah yang tidak bersuara, tidak berhuruf, tidak ada akhiran, menyorot. Hasil sorotan ini yang berupa huruf-huruf, tetapi hasil sorotan disebut Kalamullah, walaupun bersuara, berhuruf. Tetapi hakikat Kalamullah adalah yang tidak bersuara, tidak berhuruf," jelas Kiai Miftach.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua