Nasional

Lembaga Pertanian NU Minta Pemerintah Konsisten Berdayakan Petani Kedelai

Rabu, 6 Januari 2021 | 17:15 WIB

Lembaga Pertanian NU Minta Pemerintah Konsisten Berdayakan Petani Kedelai

LPP PBNU juga meminta Pemerintah dan Kasatgas Pangan Polri untuk membongkar upaya penimbunan dan kartel kedelai yang dilakukan oleh importir nakal yang memanfaatkan situasi sulit untuk mengambil keuntungan.

Jakarta, NU Online
Pemerintah harus kembali meneguhkan konsistensi pemberdayaan petani lokal kedelai. Hal ini penting dilakukan, pasalnya Indonesia sudah 75 tahun merdeka, namun masih sangat sangat tergantung dengan Import kedelai dari luar negeri.

 

"Bayangkn salah satu makanan favorit masyarakat kita ini import sampai 2,7 juta ton per tahun dengan nilai $ 2,9 miliar atau hampir Rp40 triliun. Artinya, kita bukan antiimport, tapi kalau kita sangat tergantung dengan import kedelai, repot juga," kata Al-Amin Rabu (6/1).

                         

Ia menambahkan, saat ini masyarakat mulai mengalami kelangkaan tahu dan tempe. Hal itu terjadi karena harga kedelai impor naik hingga Rp9.500 per kilogram. Lonjakan ini terhitung tinggi karena harga kedelai biasanya Rp6.500 per kilogram. Sedangkan harga kedelai lokal Rp7.500 per kilogram. Jumlah kedelai lokal saat ini hanya mampu memenuhi sekitar 10 persen dari kebutuhan.

 

"Tapi persoalannya kalau nanti tidak ada jaminan dari pemerintah kalau harga import kembali turun Rp6.500 per kilogram. Sedangkan harga kedelai lokal Rp7.500. Nanti kedelai lokal tidak laku. Itu persoalan kenapa petani kita tidak terlalu suka menanam kedelai," lanjutnya.

 

Ia menyebutkan peraturan tentang batasan harga kedelai sudah tertuang dalam Permendag No 07. "Tapi ini tudak jalan juga," sesalnya.

 

Bongkar penimbun kedelai 

Selain itu, LPP PBNU juga meminta Pemerintah dan Kasatgas Pangan Polri perlu membongkar upaya penimbunan dan kartel kedelai yang dilakukan oleh importir nakal yang memanfaatkan situasi sulit untuk mengambil keuntungan.                  

 

"Kita semua tahu Sekjend Kemndag Pak Suhanto mengatakan para improtir selalu menyediakan stok kedelai hampir 450.000 ton. Artinya, kalau stok itu dilempar ke pengrajin tahu dan tempe tentu dapat memasok kebutuhan yang mencapai 150.000 ton per bulan, cukup untuk tiga bulan ke depan," tegas Al-Amin.                      

 

Ia menyampaikan, indikasi kartel jelas ada. Stok kedelai yang ada di Indonesia saat harga kedelai dunia murah, disinyalir ada kesepakatan untuk mengeruk keuntungan dengan mengorbankan kepentingan rakyat kecil dan UMKM pengrajin tahu-tempe.

 

"Ini nggak bener. Harus dibongkar saat kondisi sulit seperti saat ini akibat pandemi Covid-19," imbuhnya.

 

LPP-PBNU, kata Al-Amin mendesak pemerintah untuk tegas konsisten menetapkan standar harga batas. Tujuannya agar kedelai lokal dan impor dapat bersaing, dan tidak lagi terjadi kelangkaan seperti saat ini.

 

Selain itu, ke depan perlu dilakukan upaya serius untuk memberdayakan serta menggerakkan petani lokal menanam kedelai.

 

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Alhafiz Kurniawan